Tak puas hanya sebagai penulis buku, Lia Indra memberanikan diri menjadi penerbit buku. Ketika itu, tahun 2010, sedang booming Korea Pop. Banyaknya lagu impor Korea yang ada di Indonesia menginspirasinya untuk mencari apakah buku-buku Korea juga sudah ada di Tanah Air. Setelah ditelusuri, rupanya belum ada yang menggarapnya.
Karena melihat lagu-lagu Korea diterima oleh masyarakat Indonesia, akhirnya Lia memutuskan menerbitkan buku-buku dari Korea untuk pasar di sini. Namun, tidaklah mudah mewujudkan mimpi itu. Selama satu tahun, ia harus mencari penerjemah buku-buku Korea di Indonesia. Bukan hanya menerjemahkan, tetapi juga memastikan karya tulis yang dihasilkan bisa dinikmati oleh penggemar Korea di Indonesia. “Setelah menemukan penerjemah, pada tahun 2011 kami mulai mendirikan Penerbit Haru,” kata Lia yang sudah aktif menulis sejak 2006 dan sekitar 20 buku sudah ia terbitkan dengan genre roman cinta dan dewasa.
Karena tidak memiliki latar belakang di dunia penerbitan, termasuk dari orang tua yang punya usaha di bidang furnitur, segala proses dari hulu ke hilir di industri penerbitan ia pelajari secara detail. Ia juga memberanikan diri memulai usaha penerbitan bersama kakaknya, Andry Setiawan, yang saat itu tinggal di Jepang. Akhirnya, selama 2011, empat buku fiksi dan nonfiksi berhasil ia terbitkan. Dan, baru di 2012 ia mengeluarkan empat novel Korea pertama berbahasa Indonesia secara kolaboratif.
Nama Haru memiliki arti yang berbeda-beda di tiga bahasa, yaitu Indonesia, Korea dan Jepang. Di Korea, “haru” berarti hari demi hari, di Jepang artinya musim semi, sedangkan di Indonesia artinya terharu. “Lewat bendera Penerbit Haru, kami ingin mengkhususkan buku-buku terbitan kami adalah buku-buku terjemahan dari Jepang, Korea, Thailand, Malaysia, Fiilipina dan Taiwan,” ujar wanita kelahiran Ponorogo pada 19 Desember 1986 ini.
Sampai saat ini, 70 judul buku telah diterbitkan Penerbit Haru. Sebanyak 56%-nya adalah buku-buku Korea dan sisanya terdiri dari buku Thailand, Indonesia, Filipina, Taiwan, Malysia dan Jepang. Genre buku yang diterbitkannya adalah roman dewasa muda. “Selain novel terjemahan, kami juga menerbitkan beberapa novel lokal, namun mayoritas masih didominasi novel-novel Korea,” ucapnya berpromosi.
Berapa investasi Lia untuk mengawali bisnis ini? “Jumlah investasi yang kami keluarkan Rp 20 juta, hasil dari dana kami sendiri,” katanya mengenang. Investasi itu untuk percetakan perdana sebanyak 3.000 eksemplar. Setiap bulan 3-4 buku ia terbitkan. Harga setiap buku rata-rata sekitar Rp 15 ribu, tergantung pada jumlah halaman.
Sampai saat ini, responsnya cukup bagus. “Dari 3.000 eksemplar yang kami pasarkan, rata-rata sebanyak 900 buku yang kembali ke kami. Jadi, so far penjualan sangat menjanjikan. Kalau ditotal, omset kami sudah mencapai Rp 580 juta per bulan,” ujarnya blak-blakan. Tim tetapnya saat ini beranggotakan enam orang. Untuk tim penerjemah, ia menggunakan jasa freelance. Tiga penerjemah untuk buku Korea, sedangkan untuk buku Jepang dan Mandarin masing-masing satu orang.
Sebagai penerbit baru, ia harus rajin memperkenalkan bisnisnya. “Kami selalu aktif melakukan giveaway, kuis berhadiah buku di Internet dan blogtour promosi buku melalui blogger buku,” katanya. Cara lainnya, menggunakan Haru Syndrome Counter Unit, sebutan untuk pembaca buku-buku Haru. Tujuannya, memberika apresiasi kepada konsumen Haru, dan menyediakan wadah tersendiri. Penerbit ini juga senantiasa memberikan merchandise pilihan mereka yang ia sebut Placebo. “Dan, penikmat buku Haru yang ingin terus membaca buku-buku Haru kami menyebutnya Haru Syndrome. Placebo adalah obat penawar sementara untuk mereka yang terkena Haru Syndrome,” ungkapnya.
Untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil karyanya, Penerbit Haru menggandeng beberapa toko buku seperti Gunung Agung, Gramedia dan Togamas. “Target ke depannya, kami ingin proses cetak lebih cepat lagi, maksimal enam bulan sudah siap dibeli oleh pembaca di toko buku,” katanya berharap.
Selain Penerbit Haru yang fokus menerbitkan novel-novel terjemahan Korea dan negara Asia lainnya, Lia juga memiliki Lia Indra Penerbit Spring. Penerbit ini untuk buku dari Amerika dan Eropa. “Penerbit Spring baru kami mulai pada 2014. Saat ini sudah ada 10 buku yang kami terjemahkan dan terbitkan lewat Penerbit Spring,” ujarnya.
Penerbit Spring lahir atas permintaan pembaca yang ingin menikmati hasil terjemahan tim penerjemah Haru. Dan, agar tidak kehilangan jati diri sebagai penerbit Asia, Haru membuat imprint bernama Spring, yang artinya sama dengan Haru, yaitu semi. Harapannya agar Grup Haru terus bersemi. “Kalau ditotal,” kata Lia, “Spring dan Haru kini mampu menjual 8.000-12.000 eksemplar buku per bulan.”
Lia juga terus berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan digital, Salah satu langkahnya adalah memberdayakan potensi penulis lokal untuk ditayangkan pula dalam versi buku digital seperti Google Play Books. Sementara untuk buku fisik, sejauh ini yang ia lihat di lapangan, para penikmat novel lebih suka membaca novel fisik dibandingkan novel digital.(*)
Dede Suryadi (Twittr & IG : @ddsuryadi) dan Syukron Ali
Riset: Hana Bilqisthi