Kala ORI Diminati Ibu Rumah Tangga

Sebanyak 21,93% pembeli ORI seri 3 adalah ibu rumah tangga. Turunnya tingkat suku bunga dan makin kecilnya nilai simpanan yang dijamin pemerintah membuat para ibu mengalihkan deposito mereka ke instrumen investasi berpendapatan tetap ini. Seberapa menguntungkan?

Oleh: Dede Suryadi

Berbeda dari penerbitan Obligasi Negara Ritel (ORI) sebelumnya, ORI 003 yang ditawarkan pemerintah melalui agen penjualan selama 27 Agustus-7 September 2007 mendapat respons pasar yang luar biasa dengan menggaet 22.837 investor. Total nilai ORI 003 yang terserap pasar mencapai Rp 9,37 triliun, meningkat pesat dibanding ORI 002 dan ORI 001.

Dari jumlah investor di atas, ibu-ibu rumah tangga memberikan kontribusi signifikan terhadap tingginya permintaan ORI 003. Menurut data Departemen Keuangan RI, dilihat dari persentase pemesan/investor ORI berdasarkan profesi, kelompok ibu rumah tangga menempati posisi ketiga setelah kelompok wiraswasta dan pegawai swasta.

Jumlah investor dari kalangan ibu rumah tangga mencapai 5.013 orang (naik 82,9% dibanding di ORI 002), atau 21,93% dari total investor ORI 003, dengan nilai pemesanan Rp 1,665 triliun. Selanjutnya, data Depkeu tersebut membeberkan, posisi pertama pemegang surat utang negara untuk investor ritel seri 3 ini ditempati kelompok wiraswasta yang mencapai 5.567 (24,38%), dan di posisi kedua kelompok karyawan swasta dengan jumlah investor 5.425 orang (23,76%, naik 55,15%).

Jika dilihat, hampir di semua kelompok investor terjadi peningkatan, termasuk kelompok ibu rumah tangga yang meningkat tajam. Ada sejumlah alasan mengapa ORI 003 membludak pembelinya. Pertama, ORI bukanlah barang baru karena dua seri ORI telah diterbitkan sebelumnya sehingga sudah banyak investor yang mengenal utung-rugi berinvestasi di instrumen surat utang pemerintah ini. Kedua, timing-nya pas. Artinya, ORI 003 diterbitkan saat suku bunga bank turun karena sudah jadi rahasia umum jika bunga bank turun, obligasi akan naik atau diminati. Kita bandingkan, bunga deposito saat ini paling banter sekitar 6% per tahun, sedangkan bunga (kupon) ORI 003 mencapai 9,4%. Tak mengherankan, tabungan atau deposito tak menarik lagi. Apalagi, pemerintah membatasi penjaminan dana simpanan masyarakat di bank, yaitu hanya sampai Rp 100 juta. Tak sedikit nasabah yang memindahkan dananya dari instrumen lain, seperti deposito, ke ORI.

Ketiga, para agen penjual ORI, baik bank maupun perusahaan seguritas, terlihat agresif memasarkan instrumen investasi berpendapatan tetap ini. Sekarang, ada 16 agen penjual, yaitu 13 bank dan tiga perusahaan sekuritas. Diakui Kostaman Thayib, Direktur Consumer Banking Bank Mega, dalam memasarkan ORI ini sejumlah jurus dikeluarkan. Antara lain, berpromosi gencar melalui pelbagai media masa, menggelar gathering bagi nasabahnya, dan memaksimalkan 152 kantor cabangnya di seluruh Indonesia. Hasilnya pun memuaskan, dari target awal Rp 125 miliar melonjak jadi Rp 250 miliar dengan menggaet 377 nasabah. Sementara ORI 2 hanya terjual Rp 120-an miliar

Kostaman pun mengungkapkan, ORI yang dipasarkan Bank Mega pun banyak yang dibeli ibu-ibu rumah tangga. “Persentasenya sekitar 22% dari total ORI yang kami dipasarkan. Dan ini sangat signifikan jumlahnya,” ia menerangkan. Menurutnya, banyak ibu rumah tangga yang menjadi nasabahnya karena memang bank ini membidiknya sebagai pasar yang potensial. “Akhir-akhir ini sejalan dengan berkembangnya produk investasi, ibu rumah tangga sudah mulai banyak yang aktif berinvestasi,” ujarnya.

Ibu-ibu rumah tangga itu ada yang sebagai investor pemula dan ada juga yang terbiasa berinvestasi, seperti di reksa dana. Menurut Kostaman, wajar kalau mereka mulai melek investasi. Soalnya, di samping bank atau lembaga lain rajin mengedukasi pasar, para ibu rumah tangga ini juga banyak memiliki waktu luang untuk mengikuti sejumlah seminar atau gathering tentang investasi. “Apalagi, berinvestasi di ORI sangatlah simpel dan banyak keuntungannya,” tuturnya berpromosi.

Pernyataan Kostaman diamini Anita, ibu rumah tangga yang memiliki ORI 003. Menurutnya, untuk mendapatkan ORI, dirinya tinggal datang saja ke salah satu bank, dalam hal ini BNI yang menjadi pilihannya. Di sana, sudah ada petugas khusus yang melayaninya. “Terlebih dulu petugas BNI menjelaskan kepada saya mengenai cara berinvestasi di ORI, kelebihan dan risikonya, serta manfaat yang diperoleh. Setelah saya menyatakan setuju, petugas memberi saya formulir untuk diisi,” ia menceritakan. Sayang, ia keberatan menyebut besar fulus yang ia benamkan di ORI tersebut.

Ibu seorang anak ini melanjutkan, dirinya tertarik berinvestasi di ORI karena tingkat risikonya relatif rendah. “Soalnya ini kan obligasi yang diterbitkan pemerintah. Saya yakin pemerintah tidak akan default atau gagal bayar,” katanya yakin. Sementara bila dilihat dari kupon yang ditawarkan, ORI 003 lebih tinggi daripada bunga deposito.

Guntur Pasaribu, Direktur Bursa Efek Surabaya (BES), mengaku tidak heran terhadap banyaknya ibu rumah tangga yang membeli ORI. Sebab, instrumen ini tak ubahnya seperti produk perbankan lainnya. Jumlah investasinya pun relatif kecil, mulai dari Rp 5 juta dan kelipatannya hingga maksimal Rp 3 miliar. Tentu saja, yang boleh membeli obligasi ritel hanya perorangan, tidak bisa perusahaan sehingga dipastikan setiap orang memiliki akes besar untuk meraihnya.

Animo pasar terhadap ORI 003, Guntur menambahkan, tidak hanya terjadi di pasar primer, tapi juga di pasar sekunder. Sejak ORI 003 listing di BES pada 13 September lalu, pergerakannya cukup aktif. “Rata-rata transaksinya di atas Rp 100 miliar/hari,” ujar dia. Harganya mulai dari 100,3 sampai 100,8. ORI 1 dan 2 di pasar sekunder pun jalan terus. Hanya saja, karena total nilainya lebih besar, ORI 003 transaksinya lebih ramai. Plus, nasabah korporat pun bisa bertransaksi ORI di pasar sekunder.

Dibandingkan dengan obligasi pemerintah (Surat Utang Negara/SUN) lainnya yang juga jatuh tempo empat tahun ke depan, menurut Guntur, ORI 003 ini cukup menarik. Rata-rata yield SUN yang jatuh tempo empat tahun ke depan sekitar 8,75%. Sementara itu, ORI 003 kalau beli di harga 100,75%, yield yang akan diperoleh empat tahun ke depan sekitar 9,2%. “Nilai ini masih tergolong tinggi,” katanya. Belum lagi, kuponnya 9,4% per tahun yang dibagikan per bulan lewat agen tempat si nasabah membelinya.

Kendati di pasar sekunder ORI 003 menggiurkan, hal itu tidak menggoyahkan Anita untuk melepasnya. “Sejauh ini saya belum punya rencana melepasnya di pasar sekunder, meskipun harganya mulai merangkak,” kata Anita yang juga memiliki investasi di reksa dana. Alasannya, kalau dilepas sekarang, belum tentu mendapat investasi yang memberi hasil lebih baik. “Jadi, ditahan dulu saja. ORI ini untuk investasi jangka panjang,” ia mengungkap kiat berinvestasinya.

Lalu, bagaimana kiat berinvestasi di ORI? Guntur memberikan masukan bagi nasabah yang ingin membeli ORI di pasar sekunder — karena pasar primer sudah tutup. Pertama, benar-benar mengetahui harganya ketika membeli ORI dan harus menghitung yield yang akan diterima kalau jatuh tempo. Bukan hanya melihat kuponnya. Kedua, harus menyelaraskan antara kapan jatuh tempo plus yield-nya dan kebutuhan investasinya.

Ketiga, perhatikan juga rata-rata tingkat suku bunga, kencenderungannya naik atau turun. Keempat, pilihlah agen penjual (broker) yang memberi pelayanan baik, informatif, dan konfirmasi-konfirmasi dibuat tertulis jika ada transaksi. Jangan sampai sudah deal, tapi tidak ada konfirmasi tertulisnya. Lalu, cari juga agen yang membebankan biaya administrasi yang rasionable.

Keempat, nasabah juga perlu tahu risiko ORI karena semua instrumen investasi ada risikonya. Hanya saja, tingkat risikonya berbeda-beda. ORI, karena dijamin pemerintah, risikonya hanya risiko likuiditas. Artinya, kalau orang ramai-ramai menjual ORI pada hari yang sama, akan terjadi kelebihan pasokan sehingga harganya akan turun. “Itu risiko pasar yang harus diketahui masyarakat, termasuk ibu-ibu, bahwa harga ORI itu bisa turun dan bisa naik,” Guntur mewanti-wanti.

Sementara itu Hendri Hartopo, perencana keuangan dari Kommit, memperingatkan para ibu rumah tangga agar dalam berinvestasi tidak hanya sekadar ikut tren, tapi harus disesuaikan dengan profil dan kebutuhan investasinya. Seperti ORI, meski dibilang aman, likuid, dan menguntungkan, tetap saja para ibu harus mengetahui bagaimana transaksinya (jual atau beli), kupon, yield, dan risikonya.

Penulis buku investasi Save or Sorry ini memaklumi banyaknya ibu rumah tangga yang terjun ke investasi ORI. Ini konsekuensi adanya suku bunga deposito yang menurun dan hanya sampai Rp 100 juta yang dijamin pemerintah. Ditambah lagi, bank sebagai penggalang dana menawarkan secara agresif. “Di dunia ini, lembaga yang paling dekat dengan nasabahnya adalah bank,” ucapnya.

Tabel:

Investor ROI 003

Jenis Investor Jumlah Investor Porsi Kenaikan Nilai Pemesanan

Wiraswasta 5.567 orang 24,38% 67,33% Rp 2,83 triliun
Karyawan swasta 5.425 orang 23,76% 55,16% Rp 2,658 triliun
Ibu rumah tangga 5.013 orang 21,95% 82,49% Rp 1,665 triliun
Lain-lain 4.669 orang 20,40% 105,96% Rp 1,598 triliun
Pegawai negeri sipil 2.039 orang 8,93% 43,25% Rp 569 miliar
TNI/Polri 123 orang 0,54% 43,25% Rp 40 miliar

Published on Majalah SWA, 27 September 2007

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.