Jurus MamyPoko Merajai Pasar Diaper

Daisuke Iguchi, GM Pemasaran PT Uni-Charm Indonesia dan Tim

Pemain produk popok bayi cukup banyak, tetapi MamyPoko mampu menyeruak dan menguasai 63% pangsa pasar. Kunci suksesnya: memiliki produk yang berkualitas dan aktif melakukan customer engagement.

MamyPoko Love Touch: Berbagi Sentuhan, begitulah nama aktivasi merek yang sedang digaungkan PT Uni-Charm Indonesia, produsen MamyPoko. Dalam aktivasi ini, pengelola MamyPoko mengajak konsumen membuat foto saat memeluk anak balitanya. Foto tersebut lalu diunggah ke Twitter atau Instagram pribadi dan bisa pula ke Facebook MamyPoko Indonesia, dengan menggunakan tanda pagar (tagar) #mamypokolovetouch.

Setiap foto dengan tagar #mamypokolovetouch akan terhitung secara otomatis melalui sistem Pokojang Hug Meter. Pokojang adalah boneka yang jadi maskot MamyPoko. Setiap satu foto akan dikonversikan menjadi satu buah MamyPoko yang akan disumbangkan ke Yayasan Sayap Ibu, panti asuhan yang memiliki banyak bayi. Kabarnya, jumlah foto yang terkumpul mencapai lebih dari 25 ribu. Acara puncak MamyPoko Love Touch digelar di Mal Central Park Jakarta, 22-25 September 2016. Dalam acara ini, si kecil bisa bermain di arena permainan MamyPoko Pokojang Land, sementara para ibu mengikuti talkshow edukasi tentang pentingnya pelukan Skin to Skin.

Memangm MamyPoko sangat aktif melakukan customer engagement. Inilah salah satu kekuatannya sehingga menjadi penguasa pasar popok bayi (diaper). Berdasarkan data Nielsen, MamyPoko menguasai 63% pasar popok bayi per Mei 2016. “Tahun lalu market share MamyPoko 60% dan diproyeksikan tahun ini tumbuh 8% sesuai dengan pertumbuhan industrinya,” ujar Daisuke Iguchi, GM Pemasaran PT Uni-Charm Indonesia, kepada Majalah SWA.

MamyPoko Mulai Merambah Indonesia

MamyPoko dipasarkan di Indonesia sejak tahun 2000 di saat kain popok bayi biasa yang bisa dicuci masih digunakan. Edukasi dan gencarnya promosi penggunaan popok bayi sekali pakai seperti MamyPoko mulai mengubah kebiasaan para ibu yang baru melahirkan untuk menggunakan popok yang lebih praktis. “MamyPoko yang pertama diluncurkan adalah tipe open premium yang menggunakan perekat dengan kemasan berwarna biru. Dan, pada 2007 diluncurkan tipe celana (pants) premium,” kata Iguchi, panggilan pria asal Jepang itu. Hadirnya MamyPoko tipe celana juga direspons positif oleh pelanggan. Tak mengherankan, di tingkat global, MamyPoko dikenal sebagai popok tipe celana.

Setelah itu, masih di 2007, diluncurkan juga varian MamyPoko kemasan warna kuning dengan harga yang lebih terjangkau dibanding yang kemasan biru. Memang, sebelum 2007 banyak diaper dengan harga terjangkau. Namun, diklaim Iguchi, belum banyak yang memiliki kualitas sebaik MamyPoko. Kualitas produk menjadi andalan MamyPoko agar dipilih konsumen. “Makanya, saat kami meluncurkan produk dengan harga terjangkau berkualitas baik, langsung direpons pasar,” ucapnya.

Pada 2007 juga, diluncurkan MamyPoko kemasan kuning dalam ukuran sachet sehingga semakin memudahkan pelanggan karena bisa dipasarkan di warung-warung kecil. Hal ini pun semakin meningkatkan awareness MamyPoko di tengah semakin banyaknya merek diaper lainnya.

Saat ini MamyPoko telah memasarkan tiga varian tipe open dan lima vairan tipe celana. Di luar itu, MamyPoko juga memiliki varian khusus untuk bayi prematur. Namun, tidak dijual bebas, hanya dipasarkan di rumah sakit. Ada lagi, varian tisu basahnya yang biasa digunakan saat mengganti popok. Selain itu, Uni-charm Indonesia juga memasarkan popok dewasa bermerek Lifree sejak 2008, tetapi ditangani divisi yang berbeda dari MamyPoko.

Secara berkala, MamyPoko memperbarui produknya. Produk yang kemasan kuning atau MamyPoko Standard, misalnya, diluncurkan-ulang Agustus lalu. Diakui Iguchi, MamyPoko Standard menjadi penyumbang terbesar bagi MamyPoko. “Secara keseluruhan, MamyPoko kemasan kuning menyumbang 80% dari total penjualan MamyPoko, sedangkan yang premium menyumbang 20%,” ungkapnya.

Strategi Promosi

Soal promosi, hingga saat ini MamyPoko tetap agresif melakukan above the line (ATL). Media televisi (TV commercial/TVC) tetap dibidik dari saat awal hadirnya MamyPoko hingga saat ini. Ditambah lagi, promosi melalui media digital dan media sosial yang makin agresif dilakukan MamyPoko. Contohnya, melalui YouTube, Facebook yang sudah memiliki 250 ribu liker, dan brand side MamyPoko di web Charm Indonesia. “Kami baru dua tahun ini menggarap media digital. Meski belum mengukurnya, kami rasa efektivitas media digital ini sama dengan efektivitas TVC,” ujar Iguchi memperkirakan.

Membangun awareness dan memberikan edukasi sangatlah penting. Maklum, orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya yang baru lahir, termsuk popok bayi. “Dulu ada anggapan brand yang bisa beriklan adalah brand yang bisa dipercaya,” katanya. Itu sebabnya, meskipun medsos saat ini sedang tren, MamyPoko tetap beriklan di televisi. Kini yang sedang diiklankan adalah MamyPoko varian extra soft dan new born. Ke depan, MamyPoko Standard kemasan kuning juga akan diiklankan. Selain melalui TVC, promosi melalui radio ketika ada acara di daerah juga masih dilakukan.

MamyPoko juga rajin menjalankan promosi below the line (BTL). Hanya saja, ada kebijakan saat melakukan promosi: tidak memberikan diskon. Maklum, MamyPoko memiliki citra sebagai produk premium. Yang dilakukannya adalah memberikan hadiah (gimmick) bagi pelanggan. Termasuk, ketika ritelnya membuat acara untuk memanjakan pelanggan, MamyPoko akan mendukungnya.

Nah, salah satu aktivasi yang dilakukan MamyPoko, seperti sudah dijelaskan di atas, adalah MamyPoko Love Touch. “Melalui kegiatan tersebut, kami ingin membentuk image bahwa MamyPoko itu lembut bagi kulit bayi,” ujar Irma Dwi Oktaviani, Manajer Merek Perawatan Tubuh PT Uni-Charm Indonesia.

Untuk MamyPoko pants Standard kemasan kuning, aktivasi merek yang dilakukannya adalah membuat kegiatan MamyPoko Goyang Kering Keliling Pasar di berbagai pasar tradisional di kota-kota besar. Dalam aktivasi ini, selain ada edukasi, juga ada promo produk dan hiburan. Kegiatan ini dilakukan sejak 29 Agustus 2016, dan yang sudah dirambah adalah Pasar Cengkareng dan Pasar Baru di Bekasi, bekerja sama dengan stasiun radio. “MamyPoko pants Standard menyasar kelas BCD, sedangkan yang kemasan biru menyasar segmen A dan A plus,” kata Irma.

Kegiatan lain yang sudah cukup lama dilakukan adalah memberi dukungan untuk berbagai kegiatan, seperti seminar yang diadakan Ikatan Bidan Indonesia (IBI). “Dengan IBI, kami ingin mengedukasi ibu-ibu, terutama yang melahirkan di bidan, yang masih banyak pakai kain popok,” ujar Irma. Kegiatan lama yang juga pernah dilakukan MamyPoko adalah membuat aktivasi Bangun Pagi Ceria, yaitu ibu-ibu diminta membuat foto saat bayinya yang menggunakan popok bangun di pagi hari. “Kegiatan di 2011 ini mendapat rekor MURI karena ada 40 ribu foto yang dikirimkan ibu-ibu,” ungkap Irma. Untuk komunitas, MamyPoko belum memilikinya. Namun, MamyPoko memiliki program loyalitas untuk produk premium, yaitu ada point tertentu yang bisa ditemukan melalui kode unik dalam kemasan produknya. Program ini berjalan sejak 2013.

Dalam mendistribusikan MamyPoko, Uni-Charm Indonesia memakai multidistributor alias pihak ketiga agar bisa menjangkau berbagai wilayah di Tanah Air. “Di setiap kota besar ada distributornya. Jumlah distribusinya tidak bisa kami informasikan,” ungkap Iguchi sambil menyebutkan, salah satu distributor besarnya adalah Unirama Duta Niaga yang mendistribusikan MamyPoko di Jakarta dan, terutama, di Surabaya. Untuk komposisi distribusinya, MamyPoko premium bungkus warna biru lebih banyak didistribusikan di pasar modern, sedangkan yang berwarna kuning, termasuk yang sachet, lebih banyak menyasar pasar tradisional termasuk warung-warung kecil.

Persaingan Bisnis Diaper

Saat ini tak hanya MamyPoko yang agresif menggarap pasar. Cukup banyak pemain diaper sehingga MamyPoko dikepung merek-merek lain, baik produk lokal maupun internasional. Sebut saja, untuk pemain lokal ada PT Softex Indonesia lewat merek Sweety. Lalu, pemain global ada PT Kao Indonesia dengan merek Merries, dan P&G dengan Pampers. Selain itu, merek popok Goo.N besutan Daio Paper Corp, yang selama ini produknya diimpor dari Thailand, bakal mengoperasikan pabriknya di Jawa Barat. Rencananya, pabrik tersebut akan dibangun pada tahun ini dengan total investasi US$ 8,1 juta.

Saat ini, penguasa pasar diaper yang kedua setelah MamyPoko adalah
Sweety (menguasai 27%). Di bawahnya, ada Pampers dan Merries, yang diperkirakan menguasai pasar di bawah 10%. “Adapun market size industri popok menurut perhitungan kami sekitar Rp 13 triliun. Ini estimasi untuk tahun 2016,” ungkap Iguchi. Pasar popok memang cukup besar. Maklum, setiap tahun ada 4,5 juta bayi yang lahir di Indonesia. Dan, biasanya anak balita menggunakan popok hingga usia 4 tahun.

Dalam pandangan Istijanto Oei, pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya Business School, MamyPoko jeli membidik pasar. Hal ini karena, pertama, tumbuhnya kelas menengah sehingga di tahap awal MamyPoko membidik segmen ini yang notabene lebih menekankan mutu. “Dari riset yang saya jalankan, banyak ibu-ibu di segmen ini yang mengatakan bahwa MamyPoko memiliki keunggulan, yaitu tidak menimbulkan ruam kulit pada pantat bayi yang sebelumnya banyak terjadi ketika memakai popok merek lain,” ungkap Istijanto.

Pembelian popok bayi juga sangat kental dengan emosi, yaitu para ibu ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya meski harga lebih mahal. Inilah yang membuat harga bukan menjadi satu-satunya pertimbangan utama. Di samping itu, banyak ibu-ibu yang sharing di media sosial sehingga terjadi pemasaran dari mulut-mulut (word of mouth marketing). MamyPoko pun aktif melakukan promosi ATL dan BTL.

Menurut Istijanto, MamyPoko harus terus mempertahankan mutu produknya dan menghadirkan varian yang sesuai dengan kebutuhan. “MamyPoko mesti secara rutin menggali mom insight untuk dapat lebih pas meluncurkan popok yang sesuai dengan kebutuhan,” katanya. Selain itu, MamyPoko juga harus terus membina hubungan dengan berbagai rumah sakit atau klinik bersalin untuk mensponsori pemberian popok pertama kali kepada ibu yang baru melahirkan sehingga para ibu memiliki pengalaman pertama dengan popok bayi MamyPoko. “Upaya pendekatan ke calon ibu baru perlu dibangun sejak dini,” ujarnya.

Pasar diaper diprediksi akan terus membesar karena saat ini ibu-ibu yang baru melahirkan sudah banyak yang meninggalkan popok tradisional. Nah, pemenang dalam persaingan pasar ini ditentukan oleh kinerja produk dan kepraktisannya. Itu sebabnya, para pesaing MamyPoko juga perlu inovatif dalam meluncurkan popok bayi jika ingin mendominasi pasar. Efek rekomendasi atau referral juga menjadi andalan bagi pesaing yang ingin memenangi persaingan. Hanya saja, merek-merek pesaing saat ini belum tampak keunikannya sehingga terkesan hanya sebagai popok bayi tanpa nilai lebih, sedangkan MamyPoko menekankan “tanpa ruam pada kulit bayi”.(*)

Penulis: Dede Suryadi (Instagram & Twitter : @ddsuryadi)
Riset: Sarah Ratna Herni
Fotografer : Hendra Syaukani

================================

Taktik MamyPoko Menjadi Pilihan Pelanggan

• Diluncurkan pertama kali di Indonesia pada tahun 2000.
• Tahun 2007, varian diperlebar dengan meluncurkan MamyPoko celana, MamyPoko Standard kemasan kuning, dan MamyPoko kemasan sachet.
• Promosi above the line melalui televisi, media digital dan media sosial, serta radio.
• Membuat berbagai aktivasi merek seperti MamyPoko Love Touch, MamyPoko Goyang Kering Keliling Pasar, Bangun Pagi Ceria, dan program loyalitas. Plus kegiatan edukasi dengan menggandeng Ikatan Bidan Indonesia.
• Menggunakan multidistributor agar bisa menjangkau berbagai wilayah di Indonesia. Dan, di setiap kota besar ada distributornya.
• MamyPoko menguasai 63% pasar popok bayi per Mei 2016. Pada 2015 menguasai 60% dan diproyeksikan tahun ini tumbuh 8% sesuai dengan pertumbuhan industrinya.

Spread the love

2 comments for “Jurus MamyPoko Merajai Pasar Diaper

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.