Sebagai wahana rekreasi pertama di Indonesia, Ancol memang harus terus berinovasi dan mengomunikasikan diri agar tetap diminati pengunjung dan tidak tergerus oleh pesaing yang bermunculan. Strateginya?
Siapa tak kenal Ancol Taman Impian di bagian utara Jakarta? Wahana rekreasi ini sudah ada sejak 1966, ketika Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, berniat membuat kawasan wisata terpadu. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pemda DKI menunjuk PT Pembangunan Jaya sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) Proyek Ancol yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan peningkatan perekonomian nasional serta daya beli masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan perusahaan yang semakin meningkat, pada 1992 status BPP Proyek Ancol diubah menjadi PT Pembangunan Jaya Ancol sesuai dengan akta perubahan No. 33 tanggal 10 Juli 1992 sehingga terjadi perubahan kepemilikan dan persentase kepemilikan saham, yakni 20% dimiliki oleh PT Pembangunan Jaya dan 80% dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta.
Pada 2 Juli 2004 Ancol melakukan go public dan mengganti statusnya menjadi PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk., dengan kepemilikan saham 72% oleh Pemda DKI Jakarta, 18% oleh PT Pembangunan Jaya, dan 10% oleh masyarakat. Langkah go public ini dilakukan untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan, karena akan lebih terkontrol, terukur, efisien dan efektif dengan tingkat profesionalisme yang tinggi serta menciptakan sebuah good & clean governance.
Revitalisasi Sebuah Jalan
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. juga melakukan upaya repositioning dengan diluncurkannya logo baru Ancol pada 10 Juli 2005. Perubahan tersebut tidak semata mengganti logo perusahaan, tetapi juga untuk memacu semangat dan budaya perusahaan secara keseluruhan. Semangat reposisi terus berlangsung hingga sekarang. Pasalnya, diakui John Ramos Butar Butar, General Manager Dufan Ancol; Ancol telah menjadi ikon wahana rekreasi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di Indonesia. Memiliki tanah seluas ratusan hektar yang berada di tepi pantai, Ancol bisa disebut sebagai tempat rekreasi terbesar di Asia.
Namun, harus diakui, saat ini bermunculan berbagai wahana rekreasi baru yang sedikit-banyak menyerupai Ancol di berbagai daerah. Mau tak mau, hal itu membuat manajemen Ancol harus terus berbenah. Meski tidak bisa dilihat sebagai pesaing, kehadiran mereka pasti bisa menggerus pengunjung Ancol. Terlebih lagi, selain wahana rekreasi baru, daerah-daerah pun kini mulai aktif menghidupkan tempat-tempat wisata baru yang atraktif dan mal-mal yang bisa menjadi tempat rekreasi keluarga juga. “Mereka inilah pesaing-pesaing kami sekarang,” ujarnya hati-hati.
Maka, agar Ancol tetap menjadi wahana rekreasi pilihan masyarakat, manajemennya terus melakukan revitalisasi dengan inovasi dan pembenahan. “Revitalisasi itu sangat penting dalam bisnis rekreasi ini, dan itu harus dilakukan. Begitu pengunjung merasa jenuh, itu bisa berpengaruh negatif sehingga harus segera melakukan inovasi. Jadi kalau kami tidak melakukan inovasi apa-apa, akan turun grafik pengunjungnya,” ujar Ramos, panggilan keseharian John Ramos Butar Butar. Manajemen Ancol selalu melakukan inovasi minimal dua tahun sekali dalam berbagai bentuk dan bidang.
Pertama, inovasi dengan terus menambah wahana baru yang menjadi tren dan menarik perhatian. Misalnya, membuat pantai pasir putih sepanjang 3,5 km, mulai dari Lagoon Beach hingga Restoran Jimbaran di ujung timur Ancol yang diresmikan pada Januari 2016. Pada tahun lalu juga dihadirkan berbagai wahana baru, seperti Panic House di Dunia Fantasi (Dufan); Tornado Fish, New Scorpion Pirates, 4D Aqua Adventure di Ocean Dream Samudra; Swimming with Stingrays di Atlantis Water Adventure; Fantasi Light dan Dufan Glow.
Sebelumnya, ada Taman Allianz Ecopark yang sekarang makin populer sebagai taman untuk berekreasi dan berolah raga. Lalu, ada wahana Ice Age di Dufan yang diluncurkan pada 2014. Wahana yang cukup populer ini bekerja sama dengan 21st Centrury Fox Amerika Serikat.
Kedua, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak dan membenahi agar lebih baik dan modern. Di antaranya, di pantai Ancol kini tidak ada lagi pasirnya, hanya tinggal bebatuan. “Kami benahi menjadikannya pantai kembali sehingga pengunjung bisa berekreasi di tepi pantai,” Ramos mencontohkan. Selain itu, juga dibuatkan jembatan atau pedestrian di tepi pantai yang menghubungkan jalan dari Mal ABC ke Lagoon Beach. Jembatan ini bisa digunakan untuk jalan-jalan atau olah raga, serta untuk berfoto ria karena pemandangan pantainya yang indah.
SeaWorld yang sempat ditutup selama satu tahun, karena sedang dibenahi setelah masa build operate transfer (BOT) selama 25 tahun dengan Grup Lippo berakhir pada 2014, juga mengalami banyak perbaikan, mulai dari perbaikan fasilitas yang rusak hingga menambah jenis ikan di dalamnya. Sekarang, SeaWorld dikelola langsung oleh Ancol.
Revitalisasi lainnya adalah membuat paradigma Pantai Ancol menjadi konsep keluarga (family). Selama ini Pantai Ancol dikenal dengan hal-hal yang negatif seperti tempat prostitusi atau pantai kelas bawah. Nah, manajemen Ancol pun melakukan berbagai pembenahan untuk menghilangkan citra negatif tersebut. Salah satu caranya, dengan makin aktif melakukan patroli dan razia, membuat penerangan, membangun mushala di beberapa titik, serta memperbaiki jalan dan taman sehingga lebih indah dan nyaman. “Sekarang tidak ada lagi hal-hal yang negatif yang terjadi di Pantai Ancol,” kata Ramos meyakinkan. Di pantai ini pun sering dibuat berbagai acara rutin seperti beach fun dance dan acara musik untuk menarik minat pengunjung. “Kini kami pun telah menerima sertifikat ISO 9001 tahun 2015 sebagai Risk Best Thinking,” kata Ramos bangga.
Ketiga, memperbaiki sistem dan layanan agar Ancol tidak tergerus oleh pemain baru sekaligus lebih efisien karena sistem tertata dengan apik. Dan keempat, memperbaiki strategi komunikasi yang lebih terintegrasi sehingga pengunjung bukan hanya datang musiman di saat libur sekolah, melainkan setiap hari daftar kunjungan diusahakan tetap besar. “Ini memang sasaran kami agar pengunjung ketika datang ke Ancol selalu merasa ada sesuatu yang baru sehingga selalu ingin kembali lagi ke Ancol,” lanjut Ramos yang menilai hal itu sebagai tantangan yang tak mudah.
Menurut dia, dalam mengelola bisnis rekreasi, ada lima pilar penting, Pertama, hospitality, yang menjadi roh dalam bisnis rekreasi. Hospitality adalah bagaimana melayani tamu semaksimal mungkin agar mereka betah saat berwisata ke Ancol. Kedua, inovasi, yang harus berbeda dengan tempat rekreasi yang lain. “Inovasi ini harus membuat wow pengunjung,” ujarnya. Ketiga, pemasaran (marketing), yaitu bagaimana meningkatkan jumlah pengunjung, bagaimana menciptakan relationship dan menjaga pasar. Keempat, keuangan. Ibarat mobil, keuangan ini seperti bensinnya. Sehingga, jika tak ada bensin, mobil tidak bisa jalan. Itu sebabnya, dalam mengelola keuangan ini harus efisien. Kelima, administrasi, yang posisinya sangat penting untuk untuk menjaga transparansi bisnis.
Dikatakan Ramos, seluruh upaya revitalisasi dan inovasi yang dilakukan sejalan dengan konsep yang diusung Ancol, yaitu Family, Education and Happiness, serta one stop recreation, bahwa semuanya ada di Ancol, yaitu rekreasi, kuliner, edukasi, dll. Semua itu tersedia karena Ancol saat ini telah memiliki puluhan wahana permainan.
Gencar Lancarkan Aktivitas Pemasaran
Tentunya, berbagai langkah yang dilakukan Ancol harus dipromosikan melalui strategi marketing mix, baik lewat jalur above the line (ATL), below the line (BTL), media digital dan media sosial. Media ATL yang digunakan Ancol adalah televisi commercial (TVC), billboard, dan media cetak ketika ada kegiatan-kegitan tertentu yang ingin diangkat. “Terakhir beriklan di TVC ketika ada debat kandidat calon gubernur DKI Jakarta Desember tahun lalu. Beriklan saat itu karena debat kandidat tak hanya dilihat orang Jakarta tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia,” kata Ramos sambil tersenyum.
Media digital dan media sosial juga menjadi bidikan Ancol karena tengah menjadi tren saat ini. “Setiap wahana memiliki website sendiri seperti Dufan, Altantis dan Seaword. Di semua media sosial kami juga aktif, seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube, “ kata Rika Lestari, Manajer Komunikasi Korporat Ancol, menambahkan. Itu sebabnya, posisi para blogger atau vlogger juga menjadi penting. Mereka sering diundang dan diajak kerja sama ketika Ancol sedang menggelar acara.
Untuk BTL, sangat banyak kegiatan yang dilakukan Ancol untuk menarik minat pengunjung, baik yang sifatnya hiburan, edukasi ataupun yang berbalut kegiatan corporate social responsibility (CSR). Kegiatan CSR Ancol saat ini antara lain Ancol Green Company yang menjadi payung besar CSR Ancol. Ada juga program CSR untuk anak-anak sekolah dan warga sekitar Ancol seperti pemberian beasiswa untuk level SMP, Mobil Pintar yang seperti perpustakaan keliling tetapi ada gurunya, pemberdayaan masyarakat sekitar untuk dipekerjakan di Ancol, dan pengelolaan sampah mandiri. “Kami sudah meriah ISO 14001 untuk lingkungan seluruh Ancol,” ujar Ramos.
Ancol juga memiliki Ancol Customer Care (ACC) di telepon 021 29 222 222 atau SMS 0812 8799 2222. Hotline service ini merupakan upaya Ancol melakukan customer engagement. Melalui hotline service ini, pengunjung bisa memberi masukan, melakukan komplain, mengkritik, dan apa saja. “Jadi, ini upaya kami untuk mendapatkan feedback dan insight dari pelanggan sehingga kami bisa membenahi kekurangan kami,” ungkap Ramos. Melalui ACC yang dihadirkan sejak delapan tahun itu, semua masukan dan keluhan pelanggan akan ditindaklanjuti, yang ujungnya agar pelanggan bisa terpuaskan. Terlebih, Ancol juga mengusung tema pelayanan tahun in, “To Serve with Heart”.
Bagi Ramos, tidak ada strategi khusus untuk bersaing di tengah makin tumbuhnya wahana wisata di berbagai tempat. “Hadirnya wahana-wahana wisata yang baru itu bukan sebagai ancaman dan musuh sehingga saling ‘membunuh’. Justru dengan hadirnya mereka, ‘kue’ bisnis rekreasi akan semakin besar,” katanya sambil menunjuk Jungle Land, Trans Studio, Jatim Park 1 dan 2, Water Park di Yogyakarta, dll.
Yang penting, Ancol terus membehani diri dengan membuat wahana baru yang inovatif dan memberikan pelayanan yang lebih baik. Ancol pun masih memiliki nilai lebih: tempatnya luas, wahananya lengkap, dan ada pantai. Boleh dibilang, masih jarang wahana yang terintergarasi seperti Ancol saat ini.
Salah satu upaya untuk menyedot minat pengunjung, Ancol membuat Annual Pass, yaitu semacam tiket member yang bisa digunakan kapan saja sepanjang tahun sehingga pelanggan bisa menghemat. Misalnya, di Dufan, harga normal tiket di hari biasa (weekday) per orang Rp 200 ribu dan Rp 295 ribu saat libur (weekend). Nah, dengan Annual Pass, pelanggan cukup membeli tiket sekali dengan harga Rp 400 ribu. Tiket tersebut bisa digunakan masuk Ancol kapan saja tanpa harus membeli lagi tiket biasa. “Member Annual Pass Dufan di 2016 sebanyak 219 ribu. Target kami mencapai 250 ribu member atau paling maksimal 300 ribu member,” ucap Ramos. Annual Pass tidak hanya di Dufan, tetapi ada juga di Atlantis Water Adventures dan SeaWorld.
Ancol terus berupaya meningkatkan pelayanan. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah Dufan App (sejak 2016) dan saat ini sudah ada 50 ribuan yang mengunduh aplikasi tersebut. Dengan aplikasi tersebut, bisa diketahui semua info tentang Dufan. Ke depan aplikasi tersebut akan dikembangkan untuk membeli tiket, e-commerce, dan mengatur antrean di setiap wahana di Dufan sehingga pengunjung tak perlu menunggu di pintu masuk setiap wahana. “Kami juga akan membangun jaringan fiber optik sehingga pelanggan yang membuka Dufan App tidak habis kuota internetnya, atau saat menunggu antrean bisa sambil nonton film tanpa memotong kuota internetnya,” ujar Ramos menginformasikan.
Kinerja Terus Moncer
Dengan berbagai langkah revitalisasi dan inovasi yang dilakukan Ancol, jumlah pengunjungnya tetap meningkat dari tahun ke tahun. Seperti pada 2015, mencapai 17,8 juta orang atau tumbuh 6,4% dibanding 2014 yang sebanyak 16,7 juta orang. Adapun di 2016 diperkirakan mencapai 18,5 juta orang.
Kinerja keuangannya, hingga pertengahan 2016, perusahaan terbuka ini membukukan pendapatan Rp 539,13 miliar atau naik 13,09% dari periode yang sama di 2015 sebesar Rp 476, 72 miliar. Sementara itu, laba bersih turun hingga 132% menjadi Rp 52,49 miliar dari 2015 yang sebesar Rp 121,78 miliar. Laba turun karena pendapatan SeaWorld juga turun setelah wahana ini sempat ditutup untuk semenntara. Adapun target pendapatan di akhir 2016 sebesar Rp 1,4 triliun atau naik 23,89% dari pendapatan di 2015 yang sebesar Rp 1,13 triliun.
Unit bisnis rekreasi yang merupakan tulang punggung Ancol adalah Taman Pantai, Dunia Fantasi, Atlantis Water Adventure, Ocean Dream Samudra, SeaWorld Ancol, Ocean Park dan Pasar Seni. “Dufan menyumbang sekitar 40% terhadap pendapatan Ancol,” ujar Ramos. Sebagai info, Ancol (PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.) juga memiliki berbagai bisnis lainnya, di antaranya properti.
Dalam pandangan Sumardy, pengamat pemasaran, Ancol memiliki nilai jual yang dibutuhkan masyarakat kota besar seperti ruang terbuka dan pantai. Maklum, orang-orang yang hidup di kota besar seperti Jakarta sudah jenuh dengan aktivitas keseharian sehingga perlu rekreasi di alam terbuka. Di kota besar, alam terbuka menjadi tempat yang langka di tengah impitan gedung-gedung tinggi.
Nah, yang harus diperhatikan manajemen Ancol saat ini adalah semakin tumbuhnya kelas menengah atau generasi milenial di kota-kota besar yang bisa menjadi pelanggan baru Ancol, sekaligus untuk regenerasi pelanggan. “Bisa saja orang tua mereka kenal Ancol tetapi mereka sendiri belum tentu kenal dan minat ke Ancol,” ujar Sumardy.
Itu sebabnya, Ancol perlu menggarap mereka secara lebih serius dan fokus. Maklum, kelas menengah memiliki daya beli yang baik dan memiliki akses informasi yang kuat karena Internet adalah “makanan” sehari-hari mereka. “Saat ini, segmen pasar Ancol itu seperti untuk sejuta umat, belum fokus untuk menggarap mereka,” katanya menegaskan.
Bisa jadi, kalau belum ada sesuatu yang menarik hati mereka, Ancol tidak menjadi daerah tujuan wisata mereka. Sebab, mereka bisa melancong ke mana saja karena referensinya banyak. “Dan jangan sampai, Ancol hanya menjadi pilihan terakhir bagi mereka,” ungkap Sumardy. Padahal, Ancol memiliki daya tarik yang mereka butuhkan, yaitu alam terbuka dan pantai untuk rileks, rehat dari kesibukan yang padat.
Tentunya, dengan fokus membidik mereka, pihak Ancol bisa mewujudkan harapan mereka dengan membuat wahana dan fasilitas yang cocok. Harapannya, Ancol bisa menjadi tujuan utama wisata mereka, bukan lagi pilihan terakhir. “Sekali lagi, keberadaan mereka perlu digarap lebih serius dan fokus karena mereka adalah pelanggan masa depan Ancol,” kata Sumardy yang juga CEO Buzz & Co.(*)
Dede Suryadi (Twitter & IG : @ddsuryadi)
Riset: Irvan Sebastian
—————————————————————–
Jurus Ancol Tetap Diminati Pengunjung
• Mengusung konsep baru, yaitu Family, Education and Happiness, serta one stop destination, bahwa semuanya ada di Ancol: rekreasi, kuliner, edukasi, dll.
• Melakukan revitalisasi dengan membuat inovasi dan pembenahan. Mulai dari membuat wahana baru, memperbaiki fasilitas yang sudah rusak, hingga memperbaiki pelayanannya.
• Kini di Ancol todal ada 29 wahana dan tiga tempat pertunjukan.
• Promosi juga digencarkan melalui strategi marketing mix, baik lewat jalur above the line (ATL), below the line (BTL), media digital dan media sosial.
• Rajin melakukan customer engagement melalui Ancol Customer Care (ACC) dan membuat Annual Pas (tiket yang bisa dipakai selama setahun).
• Teknologi juga dikembangkan dengan membuat Dufan App sejak 2016 dan sekarang sudah ada 50 ribuan yang mengunduh aplikasi tersebut.
• Dengan jurus-jurus tersebut, jumlah pengunjungnya tetap tumbuh. Pada 2015 mencapai 17,8 juta orang atau tumbuh 6,4% dibanding 2014 yang sebanyak 16,7 juta orang. Di 2016 diperkirakan mencapai 18,5 juta orang.