Upaya Nestle Turun Gunung

Jason Avancena Direktur Business Unit Nestle,

Revitalisasi posyandu menjadi jurus ampuh Nestle memasarkan Dancow Batita dan Datita Dalam tempo cepat, produk untuk kalangan menengah-bawah ini menjadi andalan baru yang menjanjikan.

Pasar susu di negeri ini memang montok. Berdasarkan data Nielsen, ukuran bisnisnya bisa mencapai Rp 40 triliun/tahun. Dari nilai sebesar itu, susu bubuk dan susu fomula untuk bayi menguasai 38% dan 15% . Sehingga, total pasar kedua produk ini paling dominan; setidaknya dibandingkan dengan pasar susu cair dan susu kental manis yang masing-masing hanya menguasai 12% dan 13%.

Ibarat pepatah “ ada gula ada semut”, maka wajarlah pasar susu menjadi rebutan. Apalagi, konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Prospek pasar susu sangat menggiurkan. Menurut Dewan Persusuan Nasional, penjualan susu di Indonesia tahun depan diperkirakan meningkat 10%-15% menjadi US$ 1,16 -1,22 miliar dari proyeksi tahun ini. Kenaikan penjualan ini didorong oleh peningkatan permintaan domestik seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat.

 

Berbagai fakta di atas mendorong PT Nestle Indonesia, produsen Dancow, tidak mau kehilangan kesempatan. Kendati sudah dominan di pasar, Nestle tidak puas untuk terus mencengkeram pasar growing up milks. Salah satu jurus yang dilancarkannya: sejak 2008 meluncurkan produk susu untuk menyasar papan bawah (kelas sosial C dan D) yang bernama Dancow Batita untuk anak usia 1-3 tahun. Kemudian, pada 2011 perusahaan asal Swiss ini menghadirkan varian lainnya, yaitu Dancow Datita untuk anak usia 3-5 tahun, dan di 2012 Dancow Datita untuk anak usia 5-12 tahun. Untuk membedakan dengan Dancow sebelumnya yang kemasannya berwarna kuning, kemasan Dancow Batita dan Datita ini berwarna hijau.

 

Bukan tanpa alasan Nestle tergiur memasarkan susu tersebut. Pasalnya, menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah populasi rumah tangga di negeri ini pada 2011 mencapai sekitar 62,72 juta. Dari jumlah itu kelas sosial C dan D sangatlah gemuk, mencapai 49%. Belum lagi kelas lebih bawah lagi, yaitu kelas sosial E, yang mencapai 38%, bisa menjadi target pasar Dancow Batita dan Datita. Bahkan, khusus untuk menggarap kelas E tersebut, Nestle memiliki produk Dancow Ideal.

 

Menurut Jason Avancena, Direktur Unit Bisnis Susu PT Nestle Indonesia, harga Dancow Batita dan Datita 25% lebih rendah dari produk utama Dancow. Kisaran harga ini diberikan untuk memberikan akses kepada konsumen bawah untuk bisa membeli susu kesehatan bagi anak-anaknya. Pasalnya, selama ini segmen kelas bawah lebih banyak menghabiskan anggaran rumah tangganya untuk kebutuhan dasar. Sementara susu tidak terjangkau karena harganya terus melambung.

 

Untuk memasarkan Dancow Baita dan Datita, Nestle membuat komunikasi pemasaran dan edukasi tentang “Tumbuh Aktif Tanggap” (TAT) yang bisa dijadikan alat bagi orang tua untuk mengukur pertumbuhan anak-anak mereka.

“Tumbuh” maksudnya untuk memantau berat badan, tinggi badan, gigi dan pengembangan kranial anak; “Aktif” dimaksudkan untuk mengamati perkembangan keterampilan motorik seperti berjalan, berinteraksi dengan objek, dan melompat; seerta “Tanggap” diartikan mengevaluasi kemampuan psikososial dalam menanggapi rangsangan eksternal, komunikasi dua arah, dan belajar empati. Nestle mngusung kampanye ini karena memang Dancow Batita dan Datita mengandung nutrisi TAT.

 

Agar gaungnya makin membahana, Nestle pun menggagas Gerakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) TAT dengan menggandeng Tim Penggerak Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Pusat yang diketuai Vita Gamawan Fauzi (istri Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi). Kerja sama ini dilakukan sejak Januari 2012 dalam Gebyar Posyandu di Bekasi yang menghadirkan ratusan anggota penggerak PKK, kader posyandu dan ribuan ibu-ibu yang memilki balita.

 

Juga, diselenggarakan seminar bertajuk “Memperkuat Organisasi Posyandu Peduli TAT sebagai Sarana Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Terpadu di 2012” yang digelar Surabaya. Perhelatan ini dihadiri lebih dari perwakilan 1.000 posyandu dari 33 provinsi. Program ini selain menggelar Gebyar Posyandu juga membuka kelas kader posyandu di berbagai kota. Kemudian, akan dilakukan kontes posyandu di 14 provinsi dan pemberian award bagi posyandu terbaik dalam Jambore PKK Oktober 2012. “Saat ini, kami sudah melibatkan lebih dari 1.700 posyandu di 42 kota, lebih dari 5.000 kader, dan lebih dari 150.000 ibu-ibu,” kata Jason yang berasal dari Filipina.

 

Ditambahkan Pritha, Assistant Vice President Nestle Indonesia, dasar pemikiran dilakukannya revitalisasi posyandu menjadi Posyandu TAT adalah karena selama ini kegiatan posyandu hanya datang, timbang dan pulang. Nah, dengan adanya Posyandu TAT, si bayi atau anak tak hanya diukur pertumbuhannya, tetapi juga diukur keaktifan dan ketanggapannya. “Tiga aspek itu sangat penting bagi balita,” ia menegaskan.

 

Edukasi kepada para ibu-ibu kader posyandu sangatlah penting, Itu sebabnya, para kader ini diberi pelatihan dan juga dibuatkan buku panduan Posyandu TAT yang disusun oleh para ahli seperti dokter anak, ahli gizi dan psikolog. “Sebenarnya, sejak Dancow Batita diluncurkan pada 2008, kami sudah mengarap posyandu. Namun sejak 2012 menggandeng Tim PKK Pusat untuk menggalakkan gerakan Posyandu TAT,” ungkap Pritha.

 

Diakui Endar Retnowati, Kader Posyandu Seroja -23 RT 08/RW 4, Kelurahan Wonokromo Surabaya, banyak manfaat setelah menjadi Posyandu TAT. Salah satunya, pengetahuan ibu-ibu bertambah dan penanganan terhadap bayi menjadi lebih komprehensif. Apalagi, pihak Nestle memberikan bantuan buku modul panduan Posyandu TAT dan buku monitoring perkembangan anak, serta alat pengukur tinggi badan dan lingkar kepala. Sejatinya, posyandu di tempatnya sudah lama ada dan berubah menjadi Posyandu TAT sejak April 2012.

 

“Saya sendiri pernah ikut pelatihan kader Posyandu TAT yang dilaksanakan oleh Nestle pada awal tahun ini di Malang selama dua hari,” Endar menceritakan. Saat pelatihan itu ada sekitar 100 kader posyandu dari berbagai daerah di Jawa Timur. “Kami mendapat pelatihan dari para pakar sehingga banyak ilmu yang bisa kami serap untuk diterapkan di posyandu,” ungkapnya.

 

Ditambahkan Adenan Fatoni, Project Officer and Activation Dancow Batita dari LOC Communication – mitra Nestle di Jawa Timur dan Bali, keberhasilan Nestle menggandeng para kader posyandu di wilayahnya merupakan buah kerja sama dengan Tim Penggerak PKK Ja-Tim. Sedikitnya ada enam daerah yang beberapa kadernya sudah diberi pelatihan Posyandu TAT, yaitu Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Kab. Pasuruan, Kab. Malang dan Kotamadya Malang. Sementara di Bali ada empat wilayah, yaitu Denpasar, Kab. Badung, Kab. Buleleng, dan Kab. Karangasem. “Dari semua Posyandu TAT tersebut, sudah ada yang di-branding dengan Dancow Batita,” katanya sambil mencontohkan, tembok posyandunya dicat warna hijau seperti warna bungkus Dancow Baitita.

 

Selain menggerakkan Posyandu TAT, Nestle juga memiliki Dancow Parenting Center (DPC) sebagai mitra ibu untuk mengoptimalkan perkembangan anak. Lewat wahana ini orang tua mendapatkan konsultasi gratis tentang bagaimana mendidik anak yang benar. DPC pada 5 Juni 2012 telah meluncurkan Modul Generasi Life-Ready untuk membantu orang tua dan anak-anak menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks dan dunia yang berubah dengan cepat di era digital ini. “Saat ini DPC ada di lima kota, yaitu Jakarta, Medan, Makassar, Yogyakarta dan Surabaya,” kata Pritha.

 

Nestle juga memiliki program Dancow Caravan Gizi, bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) dan Departemen Pendidikan Nasional. Program ini telah direplikasi di Meksiko dan akan diikuti negara lain.”Tujuan program ini adalah untuk memberikan pendidikan tentang gizi, kesehatan dan kebersihan pribadi kepada siswa sekolah dasar, guru dan orang tua,” ungkap Amaria Noviati, Manajer Nestle Indonesia.
Pada 2011, program ini telah mengikutsertakan lebih dari 87.000 orang tua, 45.000 pekerja kesehatan, dan 404.000 siswa di 1.115 SD di 19 kota. Ini termasuk meluncurkan program Dokter Kecil Mahir Gizi yang telah mencetak 250.000 siswa dari 25 kota di seluruh Indonesia sejak 2008.

 

Pastinya, produk dan aktivasi yang dilakukan itu diiklankan di sejumlah media. Demikian juga, Dancow Batita dan Datita masih rajin diiklankan di televisi hingga saat ini dengan slogan citra “Anak TAT, Ibu TOP”. Selain televisi, radio dan media cetak juga dirambah, juga berpromosi di gerai-gerai penjual Dancow. Demikian juga media sosial atau digital media lainnya menjadi alat ampuh untuk berpromosi. Hanya saja, untuk Dancow Batita dan Datita tidak terlalu ditekankan seperti produk Dancow lainnya.

 

Yang tak kalah penting adalah distribusi. Dijelaskan Gemita Pasaribu, Head of Category Sales Development Nestle Indonesia, ada tiga hal penting yang dipegang perusahaan dalam distribusi, yaitu ketersediaan, visibilitas dan aksesibilitas produk. Saat ini ketersediaan produk Nestle sudah ada di sekitar 98% dari total gerai di Indonesia. 70% ada di pasar modern dan sisanya di pasar tradisional. “Modern market termasuk supermarket dan minimarket lokal di berbagai daerah,” ungkap Gemita. Di pasar tradisional, produk yang dipasarkan lebih banyak dalam bentuk sachet.

 

Saat ini total rekanan distributor utama Neslte sebayak 200 distributor (mutlidistributor) yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Dari sejumlah distributor ini ada yang disebut medical distributor yang khusus menangani distribusi untuk apotek dan rumah sakit. Khusus distribusi ke sejumlah hypermarket ditangani langsung oleh kantor pusat Nestle di Jakarta.

 

Agar loyal, setiap tahun Nestle ini menggelar gathering dengan para distributor dan reseller produk Nestle, terutama supermarket dan minimarket lokal (milik perorangan) yang jumlahnya sangat banyak. “Saat ini ada sekitar 1.500 outlet di seluruh Indonesia yang memiliki kerja sama distribusi dengan kami,” ujar Mita, panggilan Gemita. Selain itu, Nestle pun rajin mengedukasi mereka. Misalnya, berbagi informasi produk serta sosialisasi program lain seperti kerja sama Nestle dengan posyandu. Umpamanya , dalam program peduli Posyandu TAT, Nestle harus mengaktivasi sebuah perumahan. Maka, penjualan produknya bisa ditangani minimarket terdekat yang jadi mitra Nestle.
Dengan berbagai langkah yang ditempuh, pertumbuhan produk Dancow Batita dan Datita pun tergolong cepat. “Dancow Batita dan Datita tumbuh luar biasa, “ ungkap Jason tanpa mau menyebutkan berapa angka penjualan dan pertumbuhan produk tersebut. Hanya saja, berdasarkan data Nielsen, hingga per April 2012, Dancow menguasai 32,5% pasar Indonesia dalam bisnis growing up milks (GUM) dan 62% pada susu biasa. “Angka-angka ini memosisikan Dancow sebagai pemimpin pasar di kedua segmen tersebut,” ucapnya meyakinkan.

 

Posisi kedua pada bisnis GUM diduduki SGM dengan penguasaan pasar 27,5%, diikuti susu Bendera (12,9%) dan Bebelac (6,7%). Memang, SGM dari PT Sari Husada menjadi musuh bebuyutan Dancow. Sari Husada bukan pemain baru di industri karena sudah berdiri sejak 50 tahun lalu. Apalagi, sejak 2007 Sari Husada telah dimiliki Danone sehingga tak kalah agresif dalam menggarap pasar susu di negeri ini.

 

Boris C. Bourdin, Presiden Direktur Sari Husada, mengungkapkan, meski menjadi pemilik Sari Husada, Danone tidak banyak melakukan perubahan. Yang dilakukan pihaknya lebih pada bagaimana membuat produk lebih banyak diterima masyarakat. Bukan bagaimana membuat banyak inovasi produk, atau hal besar lain, tetapi lebih menjaga hal yang simpel dan sudah kuat di pasar dari produk Sari Husada.

 

“Kami lebih banyak berkutat pada bagaimana Danone bisa me-leverage improvisasi ‘resep’ dari susu SGM,” katanya. Maka, pada 2009 pihaknya meluncurkan ulang produk SGM menjadi SGM Presinutri. Maksudnya, SGM merupakan susu dengan nutrisi yang presisi dan terus mendorong stimulasi yang tepat untuk memaksimalkan setiap proses tumbuh kembang anak. Seperti halnya Nestle, Sari Husada juga aktif memberikan edukasi tentnag nutrisi. Salah satunya dengan melancarkan gerakan “Ayo Melek Gizi”.

 

Dalam pandangan Yuswohady, fenomena perusahaan multinasional menggarap pasar bawah adalah sebuah tren. Pasalnya, potensi pasar di kelas bawah sangatlah besar. Bagi perusahaan tersebut, turun menggarap pasar bawah tidak akan menurunkan citra karena walaupun turun ke bawah, citra mereka tetap bagus. “Yang sekarang mereka cari bukan soal image lagi, tetapi lebih kepada masalah pertumbuhan bisnis karena potensi pasarnya sangat besar di bawah,” katanya.

 

Ia pun melihat, pasar di bawah ini semakin diperebutkan. Bahkan ke depan, ia memprediksi resto McDonald atau KFC akan berubah seperti warteg, atau juga Starbucks menjadi semacam warung kopi biasa. Artinya, gerai-gerai yang awalnya dipersepsi sebagai gerai papan atas lambat laun akan menjadi resto biasa. Toh, McDonald atau KFC di luar negeri juga dipersepsi sebagai resto biasa. Demikian juga pada industri otomotif, para pemainnya sekarang ramai-ramai menggarap mobil yang relatif lebih murah agar banyak dibeli. Fenomena ini memang berbanding terbalik dengan kondisi ini: banyak perusahaan lokal yang justru terus ingin meningkatkan citra seperti BRI, Pertamina atau Sido muncul.

 

Jadi, para pemain global menyasar kelas bawah tak jadi masalah. “Berapa pun harganya, Dancow tetap dipersepsi sebagai produk berkualitas karena dikeluarkan oleh Nestle yang sudah punya image bagus di bidangnya,” ujar Yuswohady. Tak mengherankan, dengan masuknya Nestle ke segmen bawah, industri ini makin bergairah. Pasalnya, selama ini produk susu untuk segmen ini dikuasai SGM. Yang diuntungkan adalah konsumen karena semakin banyaknya produk berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau. Plus, lebih banyak edukasi yang diberikan para pemainnya agar masyarakat Indonesia ini lebih sehat.(*)
Dede Suryadi dan Herning Banirestu

Riset: Adinda Khalil

 

 

Langkah Nestle Menggarap Pasar Bawah

  • Meluncurkan produk baru untuk segemen bawah: Dancow Batita dan Datita, serta Dancow Ideal.
  • Membuat komunikasi dan aktivasi tentang pentingnya Tumbuh Aktif Tanggap (TAT) bagi bayi melalui Gebyar Posyandu, kelas kader posyandu di berbagai kota, kontes Posyandu dan pemberian award. Tak lupa, membuat buku panduan tentang TAT.
  • Merevitaliasi posyandu menjadi Posyandu TAT, bekeja sama dengan Tim Penggerak PKK Pusat.
  • Memperkuat jaringan distribusi, dengan cara melakukan gathering dan edukasi bagi distributor dan reseller Nestle.
  • Melibatkan reseller Nestle saat perusahaan ini melakukan aktivasi dalam program Posyandu TAT.
Spread the love

3 comments for “Upaya Nestle Turun Gunung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.