Kendati ekonomi belum sepenuhnya pulih. Namun ternyata pertumbuhan belanja iklan di tahun lalu memperlihatkan pergerakan yang positif dengan nilai pertumbuhan sebesar 14% di akhir 2016. Dengan angka pertumbuhan tersebut, total belanja iklan di televisi dan media cetak mencapai Rp 134,8 Triliun. Itulah hasil temuan Nielsen Advertising Information Services yang dirilis hari ini oleh Nielsen Indonesia.
Kontributor utama untuk pertumbuhan belanja iklan masih dari media TV yang menyumbang 77% dari total nilai belanja iklan dan meningkat sebesar 22% dibandingkan di 2015. Sementara itu belanja iklan surat kabar, majalah, dan tabloid sedikit menurun dengan adanya penurunan jumlah media yang beroperasi.
“Belanja iklan di tahun 2016 menunjukkan pertumbuhan yang sangat positif. Setelah pertumbuhan yang melambat di tahun sebelumnya, di 2016 terlihat bahwa kepercayaan diri pasar sudah bangkit kembali seperti sedia kala. Semua kategori besar menunjukkan pergerakan yang positif”, kata Hellen Katherina, Executive Director, Head of Media Business, Nielsen Indonesia.
Iklan Pemerintah dan Politik Penyumbang Terbesar
Untuk periode sepanjang 2016, sepuluh kategori produk dengan belanja iklan tertinggi juga meraih pertumbuhan yang positif. Kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik masih menjadi pengiklan terbesar dengan nilai belanja iklan Rp 8,1 triliun dan bertumbuh 9%, disusul oleh Rokok Kretek dengan total belanja iklan Rp 6,3 triliun dengan pertumbuhan sebesar 45%.
Pengiklan terbesar ketiga adalah Produk Perawatan Rambut dengan total belanja iklan sebesar Rp 5,7 triliun dan mengalami pertumbuhan 27% dibandingkan dengan 2015. Kategori Telekomunikasi menghabiskan belanja iklan sebesar Rp 5,3 triliun dengan pertumbuhan 25%. Di urutan ke lima adalah Kopi dan Teh yang tumbuh 24% menjadi Rp 4,7 triliun. Kategori ini juga merupakan salah satu kategori produk teratas yang mengalami pertumbuhan belanja iklan paling besar dalam sepuluh tahun terakhir yaitu tumbuh hingga 12 kali lipat dibandingkan tahun 2007.
Merek Pengiklan Tertinggi
Sementara itu merek-merek dengan belanja iklan tertinggi sepanjang 2016 adalah Dunhilll (rokok kretek) dengan nilai belanja iklan mencapai Rp 956 miliar dan tumbuh signifikan hingga 573% dibandingkan 2015, disusul oleh Indomie dengan total belanja iklan sebesar Rp 787 Miliar yang berkurang sebesar 19% dibandingkan tahun sebelumnya.
Di peringkat ke tiga untuk pengiklan terbesar adalah Traveloka dengan total belanja iklan sebesar Rp 688 miliar. Dari jajaran institusi pemerintahan, Kementerian Kesehatan juga masuk dalam daftar pengiklan terbesar di 2016 di urutan ke enam dengan total belanja iklan dua kali lipat dibanding 2015, yaitu sebesar Rp 569 miliar.
Kompetisi Belanja Iklan di Kategori Teh
Belanja iklan kategori Teh terus mengalami pertumbuhan selama sepuluh tahun terakhir. Di 2007, nilai belanja iklannya di TV dan media cetak mencapai Rp 311 miliar sedangkan di 2016 belanja iklan kategori Teh mencapai Rp 2,7 Triliun atau tumbuh hampir sembilan kali lipat.
Jika dilihat lebih detail berdasarkan jenis produknya, pertumbuhan belanja iklan kategori Teh tersebut sangat didorong oleh Teh Siap Minum yang berkontribusi hingga 77% terhadap total belanja iklan kategori Teh atau setara dengan Rp 2,1 triliun di 2016.
Dengan nilai tersebut, belanja iklan produk-produk Teh Siap Minum tumbuh 11 kali lipat dari nilai di 2007. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka pertumbuhan belanja iklan Teh Reguler yaitu 5 kali lipat dan mencapai Rp 610 miliar di 2016.
Terus meningkatnya nilai belanja iklan produk-produk Teh Siap Minum turut dipengaruhi oleh bertambahnya pengiklan di industri ini dari tahun ke tahun. Di 2016, tercatat ada sebanyak 16 pengiklan dan 20 merek Teh Siap Minum yang mempunyai aktivitas beriklan di TV atau media cetak. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan dengan di 2007 yaitu sebanyak 7 pengiklan dengan 12 merek.
Di 2016, Teh Pucuk Harum yang diluncurkan pada 2011 memimpin daftar urutan pengiklan dengan belanja iklan terbanyak, yaitu mencapai Rp 381,7 miliar dan mengalami kenaikan sebesar 26% dibandingkan 2015. Bersaing cukup ketat di urutan ke dua adalah Teh Gelas dengan belanja iklan sebesar Rp 359,6 miliar. Sementara itu, di 2016 juga menjadi awal untuk Fiesta Black Tea yang membelanjakan Rp 59,2 miliar untuk beriklan dan berada di urutan ke sepuluh.
Semakin Banyak Pemain berarti Semakin Banyak Pilihan Bagi Konsumen
Berdasarkan survey Nielsen Consumer Media View, konsumen yang mengkonsumsi Teh Siap Minum mencapai 75% di 2016. Dari prosentase tersebut, 53% di antaranya juga mengkonsumsi Teh Reguler dan 22% hanya mengkonsumsi Teh Siap Minum. Pengkonsumsi Teh Siap Minum mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk juga mengkonsumsi produk siap minum lainnya diantaranya 81% mengkonsumsi Soft Drink, 63% mengkonsumsi Jus Siap Minum, dan 25% diantaranya juga mengkonsumsi produk Kopi Siap Minum.
Dibandingkan pengkonsumsi Teh Reguler, mereka yang mengkonsumsi Teh Siap Minum lebih condong berasal dari kelas Upper yaitu sebanyak 31% dan juga berusia lebih muda yaitu sebanyak 52% berusia 10-29 tahun. Sebaliknya 56% dari peminum Teh Reguler berusia 30 tahun ke atas dan 24% adalah pegawai kerah biru.
Dengan semakin banyaknya pilihan yang tersedia, frekuensi konsumen dalam mengkonsumsi produk Teh Siap Minum juga menjadi lebih sering. Di 2007, 51% konsumen minum Teh Siap Minum setidaknya sebulan sekali, di 2017 prosentase tersebut meningkat menjadi 65%. Konsumen yang mengkonsumsi Teh Siap Minum setidaknya seminggu sekali juga meningkat dari 30% di 2007 menjadi 36% di 2017.
Dede Suryadi (Instagram & Twitter : @ddsuryadi)