Reksa Dana Kembali Menggeliat

Setelah porak-poranda akibat aksi redemption besar-besaran, industri reksa dana kembali menggeliat dengan hadirnya sejumlah produk baru. Namun, beberapa produk lama pun tetap bisa bertahan. Siapa saja fund manager yang unggul dalam pengelolaan dana?

Oleh : Dede Suryadi

Bak musim gugur, akhir tahun lalu dana kelola reksa dana terkikis habis akibat aksi penarikan dana (redemption) besar-besaran oleh para investornya. Cukup banyak pemicunya, mulai dari kontroversi valuasi marked to market, edukasi yang minim terhadap investor hingga suku bunga yang merangkak naik. Bayangkan, Februari 2005 Nilai Aktiva Bersih (NAB) industri reksa dana mencapai titik tertinggi Rp 110,8 triliun, tapi pada Desember tahun yang sama menyusut drastis tinggal Rp 28,4 triliun. Kejadian itu merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi para manajer investasi, pengawas pasar modal ataupun investor tentang pentingnya pemahaman yang benar tentang risiko sebuah instrumen investasi.

Perlahan tapi pasti, memasuki 2006 reksa dana seperti baru bangun dari tidur: menggeliat dengan sejumlah faktor yang mendukungnya. Tengok saja data Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dibandingkan dengan Desember tahun lalu, NAB reksa dana per 30 Mei 2006 naik 10% menjadi Rp 31,51 triliun. Rinciannya: NAB reksa dana pendapatan tetap mencapai Rp 13,6 triliun, reksa dana saham Rp 4,5 triliun, campuran Rp 4,8 triliun, pasar uang Rp 2,3 triliun, terproteksi Rp 6,3 triliun dan indeks 12,5 miliar.

Reksa dana terproteksi (terstruktur) menjadi penyumbang utama peningkatan NAB tahun ini. Bahkan, produk reksa dana anyar yang dipasarkan sejak akhir tahun lalu itu mengalami peningkatan yang tajam, naik 110% dari Rp 3 trilium pada awal 2006 menjadi Rp 6,3 triliun pada akhir Mei tahun ini. Tak mengherankan, banyak kalangan yang menilai, reksa dana terproteksi menjadi penyelamat industri reksa dana yang tengah mati suri. Bahkan, reksa dana jenis ini menjadi tren saat ini karena para manajer investasi ramai-ramai memasarkannya.

Apa itu reksa dana terproteksi? Abiprayadi Riyanto, Presdir PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI), memaparkan, seperti namanya, pada reksa dana ini ada proteksi terhadap dana awal yang diinvestasikan investor. Ini yang membedakannya dari reksa dana reguler (reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang dan reksa dana campuran) yang dipasarkan sejak lama. Selain itu, untuk memulainya para investor harus masuk sama-sama pada waktu tertentu pada masa penawaran dan keluar juga sama-sama pada waktu yang sudah ditentukan, misalnya dua tahun reksa dana tersebut berakhir. Jadi, investor tidak bisa menambah nilai investasinya dalam perjalanan (sampai jangkanya berakhir). Namun, ada reksa dana terproteksi yang menerapkan redemption window: selama dua tahun itu ada waktu tertentu si investor bisa mencairkan dananya, seperti sebulan sekali atau tiga bulan sekali. “Saat investor mau menanamkan investasinya, mereka harus sudah tahu aturan mainnya. Artinya, mereka sudah teredukasi dengan baik,” ujarnya.

Selain reksa dana terproteksi, tahun ini pun muncul reksa dana jenis baru yang disebut reksa dana indeks. Ini adalah reksa dana yang dikelola secara pasif dengan tujuan menghasilkan kinerja berdasarkan kinerja indeks tertentu, misalnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Jakarta Islamic Index (JII), LQ 45 atau Dow Jones 30. Meski cukup ramai dibicarakan, belum banyak yang meluncurkannya. PT Danareksa Invesment Management adalah yang memelopori reksa dana jenis ini di Indonesia, yang disebut Dinar (Danareksa Indeks Syariah) dengan underlying asset-nya pada JII minimal 80% dan sisanya pada pasar uang.

Kendati muncul reksa dana jenis baru, sejumlah reksa dana reguler yang dikelola para manajer investasi tetap menunjukkan performanya di tengah industrinya yang kurang kondusif. Berdasarkan e-monitoring Bapepam per 27 April 2006, PT Schroder Invesment Management Indonesia (SIMI) menjadi pengusa pasar atau nomor satu dilihat dari NAB reksa dananya yang mencapai Rp 6,7 triliun dengan pangsa pasar 22,41%. Bila ditambah dengan discretionary fund yang dikelolanya senilai Rp 3,06, dana kelolaan SIMI menjadi Rp 9,7 triliun. “Kunci kesuksesan kami adalah konsisten, menerapkan good corporate governance, transparansi dan mengeluarkan produk baru,” ujar Michael Tjoajadi, Direktur SIMI. Kiat inilah yang membentengi perusahaan ini dari redemption hebat yang terjadi tahun lalu. “Kalau manajer investasi lain redemption-nya bisa mencapai 70%-80%, kami hanya 20%,” ungkapnya membandingkan.

Saat ini SIMI sudah memasarkan 10 reksa dana reguler dan empat reksa dana terproteksi. Dari semua itu, produk andalannya: Schroder Dana Mantap Plus (reksa dana pendatan tetap) dengan dana kelola mencapai Rp 750 miliar, Schroder Dana Terpadu Rp 1,9 triliun (reksa dana campuran) dan Prestasi Plus Rp 1,2 triliun (reksa dana saham). “Untuk reksa dana saham kami menguasai pangsa pasar 65%, campuran 45%, fix income 30% dan terproteksi 50%,” kata Michael. Memang, sejak Oktober tahun lalu manajer investasi ini telah meluncurkan reksa dana terproteksi. Bahkan, mengklaim sebagai yang pertama meluncurkannya dan hingga kini telah memiliki empat produk, yaitu Schroder Fixed Maturity Plan I sampai IV dengan underlying asset-nya 100% pada obligasi negara (SUN). “Ini reksa dana terproteksi pertama di Indonesia yang genuine,” ia menegaskan. Yang dimaksud genuine, bukan nasabah atau dana peralihan dari reksa dana sebelumnya, melainkan betul-betul produk baru dan nasabah baru pula.

Berbeda dari Schroder, PT Manulife Aset Managemen Indonesia (MAMI) belum memasarkan reksa dana terpoteksi. “Kami perlu waktu untuk mempelajari selera pasar dan akhirnya mampu memberikan solusi yang tepat pada saat yang tepat,” ungkap Naresh Krishnan, Presdir MAMI, memberi alasan. Sekarang, perusahaannya menawarkan jajaran produk reksa dana yang memungkinkan investor dapat membangun portofolio investasi mereka sesuai dengan keinginan (tailor-made) yang dapat memberikan risk-adjusted return yang sesuai. Saat ini, MAMI memasarkan 6 produk reksa dana dengan NAB terbesar kedua, menurut e-monitoring Bapepam, sebesar Rp 3,2 triliun (10,72%) dari total dana kelola Rp 8,9 triliun (sudah termasuk discretionary fund).

Salah satu andalannya adalah Manulife Dana Saham (MDS). Raymond Gin, Direktur Investasi MAMI, menambahkan bahwa MDS memiliki aset kelolaan sebesar Rp 450 miliar, sehingga memosisikannya sebagai reksa dana saham terbesar kedua di Indonesia. Portofolio investasinya 80%-100% pada saham dan sisanya di instrumen pasar uang. “Sepanjang tahun ini, MDS telah menghasilkan return sebesar 17% di mana IHSG hanya sebesar 9,5%. Hal ini berarti kami melampaui kinerja pasar sebesar 7,5%,” tutur Raymond bangga.

Strategi kesuksesan MAMI, seperti dikatakan Naresh, fokus pada distribusi dengan menjangkau masyarakat pemodal melalui agen penjual dan bank distributor dari Banda Aceh hingga Jayapura. Juga, melatih dan mengembangkan distributor-distributornya untuk membangun tingkat awareness dan memberikan jasa kepada masyarakat pemodal. “Kami terus menginvestasikan waktu, sumber daya, dan energi kami untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan kami telah membuktikan kemajuan produk-produk kami,” ujarnya sambil menjelaskan, hingga saat ini MAMI telah membukukan peningkatan dana kelolaan sebesar 7% di total dana kelolaannya dan menargetkan hingga akhir 2006 akan tumbuh 25%-30%.

Selain itu, baru-baru ini MAMI mengenalkan fasilitas pengalihan unit penyertaan (switching) yang memungkinkan investornya mengalihkan dari satu kelas aset ke kelas aset lain tanpa dikenai biaya switching dan biaya redemption. “Product pricing kami memberikan value proposition yang sangat baik kepada para investor,” ungkapnya. Artinya, investor dapat berinvestasi pada NAB dan menarik unit penyertaan (redeem) pada NAB tanpa harus membayar biaya pembelian (subscription fee) dan biaya penarikan unit (redemption fee) bila masa investasi mereka sudah setahun. Fasilitas terbaru ini menambah dimensi lain pada value proposition dan memungkinkan investor membangun dan mengelola portofolio yang sesuai dengan keinginan mereka, tanpa dikenai biaya tambahan.

Lain lagi dengan PT Fortis Invesments. Untuk memperbesar pengusaan pasarnya di industri ini, Fortis mengakusisi PT Citigroup Securities Indonesia. Ini adalah bagian dari strategi perusahaan ini yang mencakup tiga hal: peningkatan kapabilitas internal, produk strategi dan ekspansi bisnis. Dari segi kapabilitas, yang dilakukan Fortis, antara lain, terus memperbaiki proses bisnis dan peningkatan kualitas SDM untuk meningkatan kinerja investasi serta pelayanan kepada distributor dan nasabah. Sementera dari sisi ekspansi bisnis, ditempuh dengan cara mengambil alih aset dari manajer investasi lain untuk pertumbuhan (non-organic). Setelah pengelolaan aset Citigroup diambil alih Fortis, tiga reksadana yang dikelolanya akan diganti namanya dengan embel-embel nama Fortis dan tidak akan banyak perubahan. “Yang akan ditingkatkan adalah kineja dan pelayanannya,” ujar Eko P. Pratomo, Presdir Fortis Investment.

Tahun ini, Fortis fokus pada pengembangan reksa dana terpoteksi dan berhasil mengelola Rp 418 miliar dari dua reksa dana terproteksi yang telah dikeluarkannya. Hingga saat ini Fortis memiliki 15 produk reksa dana dengan NAB reksa dananya — masih berdasarkan e-monitoring — adalah Rp 1,28 triliun (4,29%) dari total dana kelola Rp 2,3 triliun, sebelum dana dari Citicorp digabung.

Sementara itu, MMI yang paling terpuruk akibat aksi redemption — dana kelolaannya yang sempat mencapai Rp 24 triliun pada Februari 2005 tinggal Rp 280 miliar per Desember 2005– mulai menuai hasil dari penjualan produk terproteksi. “Minat investor pada reksa dana masih besar walaupun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Namun, yang membedakan, investornya sudah lebih teredukasi,” ujar Abiprayadi.

Hingga sekarang, MMI telah memasarkan tiga reksa dana terproteksi, yaitu Mandiri Government Protected Fund (MGPF-2007), MGPF seri II dan MGPF seri III yang hingga akhir Mei 2006 berhasil mengumpulkan dana Rp 1,42 triliun. Lebih rinci ia menjelaskan, ketiga reksa dana terproteksinya itu memiliki tempo (product life cycle) selama 1-2 tahun dengan underlying asset 100% pada obligasi pemerintah. Untuk MGPF-2007, investasi awal dan imbal hasil tidak dapat dicairkan selama satu tahun. Berbeda dari MGPF II, investasi awal dan imbal hasil dapat dicairkan setiap bulan dan MGPF III setiap tiga bulan.

Di samping mengelola reksa dana baru, MMI pun terus mengelola reksa dana reguler yang telah lama dipasarkannya, seperti Mandiri Investa. Kontribusi reksa dana regulernya sebesar Rp 255,63 miliar (15,1%), terdiri dari reksa dana saham dan campuran Rp 59,33 miliar, reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap Rp 196,3 miliar. “Hingga Mei 2006 total dana kelola kami Rp 1,69 triliun, tidak termasuk discretionary fund dan menempatkan kami pada posisi nomor 5 di industri reksa dana saat ini,” ujar Abiprayadi mengklaim.

Seperti tak mau mengulang kejadian buruk pada 2005, baik Bapepam selaku regulator pasar modal maupun para manajer investasi berbenah diri, dari mulai soal infrastuktur, edukasi nasabah sampai masalah transparansi pengelolaannya. “Tahun 2005 merupakan pelajaran mahal bagi industri reksa dana,” kata Tedy Pardiansyah, pengamat investasi. Memang, trauma tahun lalu tak bisa begitu saja sirna, apalagi hingga kini kepercayaan nasabah belum sepenuhnya pulih. Namun, hadirnya sejumlah produk baru sebagai alternatif di industri ini sudah menunjukkan titik terangnya, yang membuat industri reksa dana mulai menggeliat lagi. Optimisme tampak muncul kembali dari para pelakunya. Naresh memperkirakan, hingga tahun ini dana kelolaan industri ini mencapai Rp 40 triliun. Adapun Eko lebih optimistis lagi, dalam 5-10 tahun ke depan mencapai Rp 300 triliun.

BOKS

Raymond Gin:
Jalankan Strategi Top Down dan Bottom Up

Kesuksesan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dalam mengelola reksa dana tak lepas dari peran Raymond Gin, Direktur Investasi dan Head of Equities-nya. Sejak 2004, ia bertanggung jawab atas pengelolaan reksa dana saham dan campuran di perusahaan ini. Manulife Dana Saham (MDS) yang ia kelola menjadi reksa dana saham terbesar kedua di Indonesia dengan dana kelolaan Rp 450 miliar. Reksa dana ini berada dalam jajaran lima teratas dalam hal hasil investasi di 2005. Bahkan tahun ini, MDS menghasilkan return 17% atau 7,5% di atas IHSG yang sebesar 9,5%. “Kami menggunakan strategi yang terdiversifikasi. Dengan begitu, jika nilai suatu saham jatuh, dampaknya tidak akan berpengaruh besar terhadap NAB. Makanya, dalam membeli efek saham, tidak satu pun yang melebihi porsi 10%,” ungkap lulusan University of Auckland, Selandia Baru ini.

Agar jitu dalam mengelola reksa dananya, pehobi golf ini juga melakukan pendekatan top down dalam menyeleksi sektor-sektor yang menunjukkan potensi pertumbuhan tertinggi, dan melakukan pendekatan bottom up dalam menyeleksi saham-saham terbaik di sektor terkait. Saat perubahan fundamental terjadi di saham-saham yang dipegangnya, ia akan melakukan penyesuaian portofolio secara seksama, dengan tujuan memaksimalkan hasil investasi kepada para investornya. Komunikasi dengan para investor juga merupakan bagian penting dalam tugasnya, baik secara langsung dalam acara temu investor atau secara tak langsung melalui para distributornya. “Saya juga memberikan market outlook secara tertulis setiap bulan untuk didistribusikan kepada para investor kami,” ujar kelahiran Selandia Baru, 25 Agustus 1965, yang telah bekerja 10 tahun lebih di industri investasi Indonesia ini.

Published on Majalah SWA, 29 Juni 2006

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.