Berpenduduk kurang-lebih 2,3 juta jiwa, Kota Bekasi menjadi magnet tersendiri bagi banyak orang, terutama para investor dalam dan luar negeri. Sebagai kota penyangga Jakarta, pertumbuhan ekonomi Bekasi mengalami pergerakan signifikan.
Rahmat Effendi, Plt. Wali Kota Bekasi, menyambut gembira keberhasilan Kota Bekasi yang masuk dalam jajaran Kota-kota Bisnis Terbaik 2011 versi Majalah SWA. Dalam hasil survei bertajuk The Best Cities to Invest 2011 ini, Kota Bekasi menduduki peringkat ketiga dengan perolehan angka IKR 33.5. Nilai IKR ini merupakan penggabungan dari indeks kepuasan dan indeks rekomendasi. Yang menarik, Kota Bekasi berhasil menyodok ke peringkat 3 besar, meskipun wali kotanya terlibat kasus penyuapan Adipura dan hingga kini masih ditahan.
Sebagai kota terbesar keempat di Indonesia, pertumbuhan ekonomi Bekasi memang melaju kencang hingga mencapai 20%-25% setiap tahun. “ Hal inilah barangkali yang membuat kepercayaan investor masuk Bekasi meningkat,” ujar Rahmat. Menurutnya, Bekasi memiliki daya tarik bagi siapa saja. Infrastruktur yang berkembang tiap tahun menjadi faktor pemicu mobilitas ekonomi sehingga bisnis terus bergerak cepat. Ada dua indikasi pesatnya laju ekonomi dan aktivitas bisnis di Bekasi. Pertama, tingginya angka permohonan perizinan usaha. Kedua, investasi yang terus meningkat.
Ambil contoh dalam pengurusan dan permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dari 2008 hingga 2010 trennya bergerak positif. Dari 2008 ke 2009, peningkatannya hanya 15%, tetapi dari 2009 ke 2010 terkerek lebih dari 25%. Pada 2010 tercatat ada 606 SIUP Perusahaan Kecil, 1.869 SIUP Perusahaan Menengah, dan 451 SIUP Perusahaan Besar.
Selain terlihat dari SIUP, agresivitas bisnis di Kota Bekasi juga bisa dilihat dari banyaknya pihak yang mengantre untuk mendapatkan Izin Usaha Industri. Tahun 2008 ada 96 pelaku industri yang mengantre, tahun 2009 ada 135 pelaku industri, dan tahun lalu mencapai 171 pelaku industri. Investasi industri tersebut mulai dari Rp 85 juta hingga ratusan miliar. Rata-rata pelaku industri yang masuk adalah dari industri makanan dan minuman serta mebel.
Kinerja ekspor-impor perdagangan Kota Bekasi pun tiap tahun kian meningkat. Tahun 2008 volume ekspor mencapai 410 juta kg atau senilai US$ 743 juta. Jumlah volume dan nilai tersebut semakin meroket di tahun 2009 yang mencetak rekor 748 juta kg atau US$ 870 juta. Tahun 2010 jumlahnya merosot, sekitar 108 juta kg atau US$ 660 juta.
Adapun untuk impor, pertumbuhan dari 2008 hingga 2010 berturut-turut mencapai 15%,10% dan 15%. Dari US$ 52 juta di tahun 2008 ke US$ 66 juta tahun lalu. Ekspor-impor didominasi produk mesin dan kendaraan bermotor seperti suku cadang.
Menurut Rahmat, Kota Bekasi tidak memiliki potensi sumber daya alam yang bisa digali dan dikembangkan. Tidak banyak lahan yang bisa dimanfaatkan untuk bisa memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Tak mengherankan, Pemda mengandalkan kontribusi dari sektor jasa dan perdagangan. “Kami juga tidak bisa lagi membuka lahan untuk industri karena areanya sudah sangat terbatas. Boleh melakukan pengembangan tapi tidak boleh mendirikan baru.”
Selama ini sentra industri di Bekasi terpusat di bagian utara kota seperti di Kecamatan Medan Satria. Di sana terdapat sejumlah perusahaan besar seperti PT Astra Isuzu Motor Indonesia, Wings Food, Bridgestone, PT Bakrie Pipe Industries dan PT Sunrise Bumi Textile. Nah, tahun ini pemda akan mencoba menggeser sentra industri tersebut ke selatan kota seperti di kawasan Bantargebang dan Jati Asih.
Awalnya, perekonomian Bekasi hanya berkembang di Jalan Ir. H. Juanda yang membujur sepanjang 3 km dari alun-alun kota hingga Terminal Bekasi. Di jalan ini terdapat berbagai pusat pertokoan yang dibangun sejak 1978. Selanjutnya, sejak 1993, kawasan sepanjang Jl. Ahmad Yani berkembang menjadi kawasan perdagangan seiring dengan munculnya beberapa mal dan sentra niaga. Kawasan perdagangan terus berkembang hingga Jalan K.H. Noer Ali (Kalimalang), Kranji dan Harapan Indah. Pusat perbelanjaan di Kota Bekasi di antaranya Mal Metropolitan, Mega Bekasi Hypermal, Bekasi Square, Plaza Pondok Gede, Grand Mal, Bekasi Cyber Park, Bekasi Trade Center, Carrefour, Giant, Makro dan Hypermart.
Sementara dari kontribusi terhadap pendapatan daerah, keberadaan kawasan-kawasan industri di kota ini mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonominya, dengan menempatkan industri pengolahan sebagai yang utama, diikuti sektor perdagangan, perhotelan dan restoran. Maka, lanjut Rahmat, pihaknya tengah menggenjot sektor jasa dan perdagangan. “Sektor jasa dan perdagangan akan menjadi sektor prioritas karena memiliki potensi yang cukup baik ke depannya,” ujarnya menegaskan.
Saat ini Pemda Bekasi sedang melakukan sejumlah upaya guna menggairahkan kedua sektor tersebut. Di antaranya, pembangunan infrastruktur seperti jalan layang di Jalan Ahmad Yani dan Bulak Kapal. Masuknya pengembang besar, PT Summarecon, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah. Summarecon akan membangun jalan layang Ahmad Yani dan kota mandiri.
Kota Bekasi dilalui Jalan Tol Jakarta-Cikampek, dengan empat gerbang tol akses ke kota Bekasi, yaitu Pondok Gede Barat, Pondok Gede Timur, Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Lalu, jalan tol Lingkar Luar Jakarta dengan empat gerbang tol akses, yaitu Jati Warna, Jati Asih, Kalimalang dan Bintara.
Selain sektor makro, sektor mikro dan menengah pun menjadi perhatian utama Pemda Bekasi. Saat ini, diperkirakan ada ribuan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merintis usaha di kota ini. Namun dari jumlah tersebut, baru ada sekitar 975 UMKM yang terdaftar (tervalidasi). Dengan rincian usaha makanan-minuman (479 pelaku usaha), sepatu-sendal-tas-dompet (45), konveksi (72), bordir (92), boneka (81), mebel (46), kerajinan tangan (58), tanaman hias (22) dan ikan hias (80). Data tersebut didapat per Mei 2011. Sentra UMKM Bekasi tidak di wilayah tertentu saja, tetapi tersebar hingga wilayah lain seperti GOR Bekasi, Bekasi Square, Area Asrama Haji, Ahmad Yani dan Terminal Bekasi.
Berbagai program dan kebijakan probisnis juga telah digulirkan untuk pelaku UMKM ataupun investor besar. Untuk menarik banyak investor, Pemda sedang dan akan membangun infrastruktur berupa jalan di sejumlah wilayah. Bekasi yang dikenal sebagai kota permukiman akan menjadi daya tarik bagi pelaku usaha untuk berinvestasi. Hal tersebut akan terwujud jika diiringi dengan kemantapan infrastruktur yang ada.
Untuk mendorong pelaku UMKM, Pemda menyelenggarakan pameran minimal sebulan tiga kali. Dalam penyelenggaraan ini, Pemda lebih banyak mengandalkan pihak ketiga. Selain pameran, peraturan yang pro-UMKM pun telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Salah satunya, penghentian izin mendirikan minimarket. Saat ini Pemda melarang pembangunan minimarket bagi pebisnis ataupun investor di semua tingkat wilayah di Kota Bekasi. Kebijakan tersebut diterapkan guna melindungi keberlangsungan UMKM yang ada. Sehingga, jumlah minimarket di Bekasi kini tak bertambah, ada 450 toko.
Pemda juga mengeluarkan Perda No. 8/2003 tentang kewajiban ketersediaan usaha kecil di pusat perbelanjaan dan pertokoan. Dengan begitu, pelaku usaha kecil bisa mengembangkan bisnis melalui penyediaan tempat usaha. “Bekasi juga dikenal karena potensi UMKM-nya. Jadi, kami akan optimalkan UMKM melalui program dan kebijakan yang promereka,” ujar Rahmat.
Keseriusan Pemda meningkatkan geliat UMKM bisa dilihat dari rencana pembangunan dan pengembangan sentra UMKM di beberapa tempat seperti di Terminal Kayuringin dan Pasar Bantargebang tahun depan. Selain itu, ada juga peluncuran situs khusus UMKM.
Rahmat memperkirakan Pendapatan Asli Daerah Sementara tahun ini mencapai Rp 530 miliar. Adapun APBD diperkirakan mencapai Rp 2 triliun atau naik 10% dari tahun lalu. Jika diikutkan dengan rencana jangka menengah, kenaikan tiap tahun sebesar 10%-15%. “Kami akan terus berbenah agar bisa menarik sebanyak mungkin investor untuk datang ke sini,” kata Rahmat.
Dalam pandangan Suparno, pemilik Rumah Makan Ayam Lepas yang tengah berkembang pesat di Bekasi, keberhasilan Bekasi mendapat predikat Kota Bisnis Terbaik 2011 merupakan cermin sikap kooperatif Pemda dalam hal pembangunan tempat usaha. Dan, itu menjadi bukti keseriusan Pemda menggerakkan sektor UMKM. “Bekasi terbilang kota yang adem ayem. Pemdanya cukup menjaga kondusivitas sehingga mampu menarik investor atau pelaku usaha termasuk saya,” tutur Suparno yang memiliki 21 gerai resto Ayam Lepas, yaitu 11 di Aceh dan sisanya di Bekasi dan Jakarta.
Sementara itu, Ade Awati (56 tahun), perajin perabotan rumah tangga, mengatakan bahwa perhatian Pemda Bekasi kepada pelaku usaha mikro di daerahnya, Perumnas Bekasi Selatan, cukup besar. Pemda memberikan penyuluhan tentang bagaimana pentingnya membangun usaha rumahan bagi ibu-ibu kompleks sampai bagaimana cara mengembangkan bisnis hingga besar. Ade pun merasa senang karena selalu mendapat informasi tentang pameran-pameran yang rutin dilakukan Pemda.
Ade berharap Pemda Bekasi lebih giat lagi menginformasikan jika ada layanan pemberian modal bagi masyarakat yang ingin membangun usaha. Pasalnya, ia sulit mendapatkan modal dari sejumlah bank. Padahal, Ade dan warga di tempatnya memiliki keinginan yang besar untuk membangun usaha sendiri. “Untuk acara pameran, Pemda Bekasi sangat perhatian kepada kami. Tapi soal bantuan modal, kok belum pernah dengar infonya, ya?” ujarnya mengeluhkan.(*)