Investasi Menuju Tanah Suci

Banyak cara merencanakan pembiayaan untuk menunaikan ibadah haji. Sekarang, instrumen investasi untuk mengumpulkan ongkos ke Tanah Suci sudah beragam. Tinggal pilih, instrumen investasi yang cocok.

Oleh : Dede Suryadi

“Mengerjakan haji merupakan kewajiban hamba kepada Allah, yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah …” Demikian bunyi surat Ali Imran 97. Kata mampu (isthito’ah) di sini selain masalah persiapan fisik (jasadiah) juga masalah finansial (maliyah). Masalah kedua ini merupakan kendala utama dalam menuaikan ibadah rukun Islam yang kelima terutama bagi mereka yang berkantong pas-pasan. Apalagi dari tahun ke tahun ongkos naik haji (ONH) selalu meningkat.

Nah, masalah ini sebenarnya bisa disolusi dengan merencanakan keuangan sejak dini melalui beragam produk investasi yang dikelola secara khusus untuk berangkat haji ke Tanah Haram, seperti: tabungan, asuransi, reksa dana ataupun emas. Dengan perencanaan keuangan yang baik, orang yang berniat naik haji tak perlu lagi melego aset-aset berharganya seperti tanah, rumah ataupun mobil.

Selain memudahkan bagi mereka yang akan menunaikannya, instrumen insvestasi haji pun merupakan pasar yang potensial bagi lembaga keuangan untuk mengelolanya. “Satu kali musim haji, Indonesia memberangkatkan 200 ribu lebih jemaah dengan total dananya mencapai Rp 5-6 triliun. Dari jumlah itu 15-20 ribu orang memakai ONH Plus,” kata Ismi Kushartanto, GM Bank Permata Syariah sambil menambahkan bahwa jumlah itu setiap tahunnya berpotensi meningkat.

Tak heran, dengan potensinya sebesar itu cukup banyak lembaga keuangan yang sudah memasarkan produk investasi ini. Untuk tabungan haji, sedikitnya 7 bank yang sudah meluncurkannya, yakni: Bank Negara Indonesia (BNI); Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Permata. Adapun untuk asuransi ada PT Asuransi Takaful Keluarga yang memasarkan Takaful Dana Haji, dan Bringin Life Syariah (Dana Haji Syariah). Sementara itu, untuk reksa dana ada PT Batasa Capital yang meluncurkan Batasa Investa Haji, dan PT Mandiri Investama Persada (Tabungan Haji Indonesia). Sementara koin emas ONH pernah dipasarkan Perum Pegadaian, tapi sejak 2004 tidak dipasarkan lagi. Tak hanya itu, ada pula yang mengadakan arisan haji.

Edianto Prasetyo, perencana keuangan syariah dari Hijrah Institute berpendapat, prinsipnya, semua instrumen di atas adalah berupa tabungan, tapi bentuk instrumennya yang berbeda-beda, dikumpulkan dalam tempo tertentu hingga mencukupi untuk biaya haji. Bahkan dari instrumen tersebut, misalnya, tabungan dari bank ada yang memberikan dana talangan untuk mengatasi dana yang belum bisa dicairkan, tapi ada pula yang harus dibayar lebih dahulu. “Biasanya untuk mendapatkan kepastian jatah haji, ada deposit minimum yang harus disetorkan lebih dahulu ke Departemen Agama,” kata mantan Kepala Divisi Treasury PT Astra International ini. Nah, soal kuota atau jatah haji ini yang kadang jadi masalah.

Saat ini sudah ada beberapa bank seperti BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bank Muamalat dan BSM yang sudah online dengan sistem komputertisasi haji terpadu (Siskohat) Depag untuk mendapatkan jatah naik haji. Untuk mendapatkannya, harus diurus jauh-jauh hari, bahkan ada yang sampai tahunan. Pasalnya, peminat haji setiap tahun membludak, sedangkan jatah haji Indonesia terbatas.

Dalam tabungan haji di bank biasanya ada setoran awal yang ditentukan, dan tabungan selanjutnya tergantung pada kemampuan nasabah. Selain itu, nasabah juga akan memperoleh perlindungan asuransi jiwa selama masa menabung, dan sejumlah manfaat lain seperti bebas biaya administrasi ataupun memberikan undian umroh. Hanya saja, mengumpulkan dana untuk haji di bank, pertumbuhan dananya sangat konservatif sehingga butuh waktu yang lebih lama.

Berbeda dari reksa dana haji, pertumbuhan dana yang dihimpun oleh jemaah calon haji bisa lebih cepat karena pengembalian hasil investasi (return) lebih tinggi. “Kalau tabungan bagi hasilnya 6%-7% per tahun, tapi kalau reksa dana bisa di atas 10%,” kata Ismi seraya menambahkan, Permata juga menjadi agen penjualan Batasa Investa Haji. Cara investasinya tidaklah sulit, cukup membuka rekening di Permata dan setiap bulan akan didebit secara otomoatis untuk pembayaran reksa dananya. Soal berapa nilai pembayaran per bulan dan kapan ingin naik hajinya, tergantung pada keinginan nasabah.

Ismi memberikan beberapa simulasi investasi di reksa dana haji. Untuk ONH biasa yang besarnya Rp 25 juta, kalau nasabah ingin tiga tahun lagi naik hajinya, diperkirakan ONH-nya sudah mencapai Rp 32 juta. Dengan asumsi return sangat konservatif 8% per tahun, cicilan per bulan untuk membayar reksa dana selama tiga tahun adalah Rp 860 ribu. Kalau mau berangkat 7 tahun lagi, cicilannya Rp 422 ribu. Untuk ONH Plus besaran biayanya bervariasi, tergantung pada fasilitas yang dipilih nasabah. Ambil contoh ONH Plus yang Rp 50 juta, jika nasabah ingin naik haji tiga tahun mendatang, cicilan per bulan Rp 1,52 juta. Lalu kalau ingin naik haji 7 tahun lagi dengan prediksi ONH Plus sudah mencapai sekitar Rp 87,7 juta, maka cicilan per bulan sekitar Rp 800 ribu.

Reksa dana ini juga ada perlindungan asuransinya. Jika nasabah meninggal dunia sebelum masa jatuh tempo, mereka mendapatkan manfaat asuransi yang diberikan kepada ahli warisnya. Diharapkan si ahli waris ini bisa naik haji dengan niat menghajikan nasabah yang meninggal dunia itu. “Untuk penyelenggara hajinya kami bekerja sama dengan Tazkia, MQ Aa Gym dan ESQ Ari Ginanjar,” tutur Ismi.

Syafrulloh E. Sahari, Direktur Batasa Capital, menambahkan, reksa dana ini diproyeksikan return-nya berkisar 12%-14%. Hal ini berdasarkan pengalaman manajer investasi ini yang sudah mengelola beberapa reksa dana syariah yang rata-rata return-nya di kisaran angka tersebut. Basis investasi (underlying) reksa dana ini minimum 80% pada obligasi syariah dan sisanya pada pasar uang. “Target kami tahun ini mampu mengelola Rp 100 miliar, dan saat ini sudah terkumpul Rp 20 miliar,” ia menuturkan. Selain dengan Permata sebagai agen penjualnya, saat ini Batasa tengah menjajaki kerja sama dengan Bank DKI, Bank Jabar dan PBD Kal-Tim.

Selain Batasa, reksa dana jenis yang sama telah dikeluarkan oleh PT Mandiri Ivestama Perada (MIP) dengan nama produknya: Tabungan Haji Indonesia. Malah ada pula reksa dana syariah biasa, tapi sebagian hasil investasinya yakni 1% diberikan untuk menghajikan orang lain. “Ini amalnya investor untuk menghajikan orang lain,” ujar Gunanta Afrima, Direktur Investasi MIP, sambil menyebut nama reksa dananya adalah i-Hajj dengan dana kelola sebesar Rp 20 miliar karena baru diluncurkan tahun 2005. “Tahun lalu kami telah memberangkatkan empat orang dan tahun ini 6 orang dengan ONH Plus,” ucapnya. Mereka yang dipilih adalah tokoh-tokoh masyarakat yang tidak mampu menuaikan ibadah haji sendiri. Adapun investor punya andil merekomendasi siapa yang berhak menerima bantuan ini.

Di samping reksa dana, asuransi pun bisa dijadikan pilihan investasi untuk naik haji. Agus Edi Sumanto, Direktur Pemasaran PT Asuransi Takaful Keluarga, mengatakan, prinsipnya, asuransi haji ini sama dengan tabungan haji yang ada unsur perlindungan asuransinya. Mengenai besarnya dana dan kapan ingin naik hajinya juga tergantung pada keinginan nasabah. Bila di tengah jalan nasabah meningal dunia, manfaat asuransi dan jumlah tabungannya berhak diterimakan kepada ahli warisnya.

Menurut Edi, perbedaan antara tabungan dan asuransi haji adalah tabungan bisa secara sukarela dalam pembayarannya, tapi kalau asuransi bisa dipaksa sehingga disiplin. “Di asuransi akan diingatkan dan ditagih, kalau perlu didatangi ke rumah untuk kebaikan mereka,” ungkapnya sambil tertawa. Asuransi haji Takaful ini sudah dipasarkan sejak 1997. Rencananya, tahun 2007 akan dibuat dalam bentuk unit link yang diharapkan return-nya bisa lebih tinggi, sehingga nasabah bisa lebih cepat naik haji.

Selain asuransi haji untuk pengumpulan dananya, Tafakul juga memiliki asuransi haji yang bekerja sama dengan sebuah bank. Bedanya, asuransi ini untuk perlindungan pada saat pelaksanaan haji nantinya. Manfaatnya, apabila nasabah meninggal dunia pada saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, ahli warisnya akan memperoleh santunan senilai ONH yang dibayarkan nasabah. Dana itu dapat digunakan sang ahli waris untuk menghajikan almarhum di lain kesempatan.

Tak ketinggalan, emas juga merupakan instrumen yang menarik untuk investasi naik haji. Perum Pegadaian pernah memasarkannya berupa koin emas ONH 24 karat yang didesain khusus dari 1998 hingga 2003. Namun, setelah itu ditutup. Deddy Kusdedi, Direktur Utama Pegadaian, mengungkap alasannya. Pertama, karena pasar belum terlalu paham bahwa emas bisa menjadi sebuah instrumen investasi untuk naik haji, tidak hanya sebagai perhiasan untuk dipakai. Kedua, harganya tidak kompetitif atau lebih mahal karena emas ONH dari Pegadaian dikenakan pajak yang cukup tinggi, yakni 10%. Padahal, pajak emas biasa untuk perorangan hanya 2%. “Tingginya pajak karena disamakan dengan pajak korporasi,” katanya seraya menerangkan bahwa selama masa pemasarannya Pegadaian telah menjual 400 kg koin emas di cabang-cabang Pegadaian dan Galery 24 (toko milik Pegadaian yang khusus menjual koin emas ONH).

Saat ini, koin emas atau emas batangan masih bisa diperoleh di toko emas biasa atau di PT Aneka Tambang. Menurut Deddy, emas adalah instrumen investasi yang relatif aman karena harganya stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi dolar terhadap rupiah. Cara investasinya cukup dengan mengumpulkan emas 250-300 gram, dan setelah itu dicairkan/dijual guna mendapatkan uang tunai untuk pendaftaran ONH.

Dari semua instrumen di atas jika diperbandingkan mana yang lebih menarik, menurut Prasetyo, itu sangat bergantung pada kebutuhan dan profil sang nasabah. Kalau diperbandingkan dari sisi hasil investasinya, reksa dana akan lebih tinggi karena basis investasinya adalah obligasi. Sementara asuransi atau tabungan return-nya konservatif. Adapun emas, investasinya bukan ke portofolio keuangan tapi pada komoditas. Emas ini secara nilai akan terus meningkat dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi mata uang. Imbal hasil investasi emas adalah ketika ada selisih lebih antara saat membeli dan saat menjual

Hanya saja, karakter nasabah untuk investasi haji ini rata-rata lebih memilih investasi yang aman dan tidak dihinggapi rasa waswas akan kesucian dari hasil investasinya karena investasi ini untuk melaksanakan ibadah wajib. Namun demikian, banyaknya instrumen investasi itu sangatlah membantu bagi mereka yang ingin menunaikan ibadah haji. Cuma permasalahannya diperlukan edukasi kepada nasabah, terutama untuk asuransi atau reksa dana. Sebab, yang paling banyak diketahui adalah tabungan haji atau kalau yang konservatif menjual aset seperti tanah atau rumah. “Dengan adanya edukasi yang baik diharapkan mereka bisa merencanakan pendanaan untuk naik haji dengan lebih baik,” tutur Prasetyo.

Published on Majalah SWA, 27 Juli 2006

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.