Di pentas bisnis keuangan dan investasi, Grup Reliance kini tengah menanjak. Bahkan perusahaan yang didirikan Anton Budidjaja ini sudah merambah ke luar negeri dan memasuki sektor bisnis lainnya.
Dede Suryadi dan Herning Banirestu
Kendati tergolong berusia muda, Grup Reliance (GR) yang berdiri pada 2003 telah menancapkan kukunya di industri keuangan dan investasi. Tak hanya itu, GR juga merambah bidang lain seperti properti, telekomunikasi, hingga pendidikan. Kini, GR telah beranak pinak. Sejumlah perusahaan di bawah bendera GR adalah PT Reliance Financials Indonesia, PT Asuransi Reliance Indonesia, PT Reliance Securities Tbk., PT Reliance Asset Management (2004), PT Reliance Realty (2007), PT Reliance Hospitality Management (2007), PT Reliance Global Marketing, serta dua perusahaan di luar negeri, yaitu Reliance Holding (HK) Ltd. dan Reliance Financial Holding Ltd.
Kinerja GR pun tergolong moncer. Ambil contoh PT Reliance Securities Tbk., di tengah kondisi pasar modal yang belum kokoh berdiri karena krisis global, perusahaan sekuritas ini pada semester pertama 2009 berhasil mencatat kenaikan laba bersih hingga 369,83% menjadi Rp 57,32 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu hanya mencapai Rp 12,2 miliar. Peningkatan laba bersih perseroan dipicu pendapatan usaha yang melonjak 156,86% menjadi Rp 71,57 miliar, jika dibanding periode yang sama 2008 yang baru Rp 27,87 miliar. Begitu pula pos laba usaha meningkat signifikan hingga 301,04% menjadi Rp 56,78 miliar.
Kinerja Reliance Securities memang konsisten tumbuh di tengah kondisi bursa yang belum stabil. Bandingkan dengan PT Trimegah Securities Tbk., yang selama 6 bulan pertama 2009 menurun pendapatannya hingga 43,3% menjadi Rp 87,69 miliar (periode yang sama tahun lalu tercatat Rp 154,71 miliar). Begitu pula di akhir 2008 kala bursa sedang sulit, Reliance Securities tetap meraih laba. Di akhir 2008, perusahaan ini mencetak hasil positif dengan pendapatan usaha mencapai Rp 44,94 miliar dan laba bersih Rp 10,52 miliar.
Lalu siapa pengelola GR ini? Adalah Anton Budidjaja yang menjadi pendiri GR. Pria berusia 42 tahun ini memang tidak terlalu tenar di kalangan pebisnis, tetapi kiprahnya tak bisa dianggap remeh. Terbukti, GR yang dirintisnya dari bawah mulai menanjak, terutama di sektor keuangan dan investasi. Bahkan, di tengah turbulensi pasar modal dan perusahaan lain terpuruk, salah satu perusahaannya, Reliance Securities berhasil melewati masa sulit itu dengan baik. Anton menjelaskan, keberhasilan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dan investasi itu menghadapi krisis, tak terlepas dari jajaran manajemen yang tepat yang ada sekarang.
“Sejak kecil, saya dididik orang tua saya untuk berwiraswasta. Sewaktu SMA, orang tua pindah ke Malang, mereka punya usaha toko material,” ceritanya. Untuk memperoleh uang saku, Anton membantu orang tuanya menjajakan material yang dijual di tokonya itu. “Saya keliling mencari mandor yang sedang membangun rumah atau gedung, agar mau membeli material dari toko orang tua saya. Saya dapat komisi,” ia menambahkan. Uang saku itu ia tabung terus hingga bisa buat mengantarkannya sekolah ke Amerika Serikat. Anton yang kritis sejak kecil merasa tidak puas belajar di sini. Di AS, ia melanjutkan sekolahnya di California State University.
Sewaktu berangkat sekolah ke AS, orang tuanya hanya membekali tiket sekali jalan ke sana, dan Anton membawa uang tabungannya senilai US$ 3 ribu. Tahun pertama kuliah, anak pertama dari empat bersaudara ini dibantu orang tuanya. “Entah dengan menjual apa orang tua saya untuk membantu sekolah saya,” kata Anton. Pilihan bersekolah di Kalifornia atas saran teman-temannya. Anton memilih tinggal di Fresno – kota kecil antara Los Angeles dan San Francisco – yang biaya hidupnya paling murah di Kalifornia. “Banyak orang Indonesia di sana, sehingga saya bisa berdagang dengan mereka.”
Lepas setahun pertama Anton mulai bekerja untuk membiayai sendiri hidupnya di sana. Ia mulai bekerja di perusahaan broker rumah, asuransi, dan banyak profesi lain untuk menyambung hidup serta membiayai kuliahnya. “Saya lalu memulai usaha sendiri pada tahun ketiga sekolah di Amerika, yaitu bisnis jual-beli mobil bekas, punya showroom yang akhirnya cukup besar,” Anton menuturkan.
Anton merasa untuk mencapai kesuksesan perlu kerja keras. Bekerja hingga pagi, sekolah pada pagi harinya. Ia sempat mengambil kuliah master tetapi tidak selesai. Ia sempat pula mengambil sertifikat keuangan dengan meraih CFA. “Meskipun saya bisa jadi profesional di sana dengan standar gaji yang bagus dengan sertifikat CFA, saya tetap memutuskan pulang ke Indonesia, sebab saya ingin menjadi pengusaha di negeri sendiri,” ujarnya penuh semangat.
Pria kalem ini menyadari dengan pulang ke Indonesia, ia harus mulai dari nol lagi. “Saya sempat bingung, ada beberapa tawaran terutama bank asing. Namun saya pilih bank lokal, dulu ada Bank Susila Bhakti, milik Grup Tiga Mas tahun 1990-an,” tuturnya. Pilihan masuk ke bank lokal tentu bukan tanpa alasan, meskipun Anton harus mulai dari dasar, yaitu menjadi trainee. “Padahal di Amerika saya sudah manajer, punya bisnis lagi,” katanya membandingkan. Hanya saja, ia menjalani trainee cuma empat bulan. Pilihan bank kecil, menurut Anton, bisa membuatnya memahami bisnis perbankan lebih lengkap.
Kariernya sebagai profesional ia jalani sejak pertengahan 1991 hingga akhir 2001. Ia mengakhiri bekerja sebagai profesional sebagai Advisory Grup Panin. Awal 2002, Anton tertarik ketika seorang kawannya – yang ia tidak berkenan menyebutkan namanya – membeli sebuah perusahaan sekuritas yang kemudian menjadi cikal bakal PT Reliance Securities. Di sinilah Anton mulai merintis bisnisnya sendiri.
Perusahaan yang ditawarkan itu adalah PT Ludlow Securities, pemiliknya orang Inggris. Tanpa mau menyebut angka pembeliannya, Anton melihat waktu itu ada peluang membeli perusahaan itu. “Pemiliknya mau pulang ke Inggris,” ujarnya. Di samping itu, Ludlow juga cukup “bersih” sebagai perusahaan yang membidangi keuangan dan investasi. Perusahaan sekuritas yang kemudian diubah namanya dari Ludlow menjadi Reliance Securities itu diawali dari bisnis sangat kecil. “Tahun 2003, saya tanya ke pemilik bisnis yang lama, apakah saya tetap bisa menggunakan nama Ludlow, karena saya mau berkembang membuka cabang pertama,” katanya. Ternyata pemilik lama keberatan kalau Anton menggunakan nama itu.
Nama Reliance dipilih karena bisnisnya bergerak di bidang keuangan yang diharapkan terus menjaga reliable atau kepercayaan bisnis. “Selain itu Reliance adalah nama sebuah kota kecil di Amerika dan saya pernah berkunjung ke sana,” kata Anton. Bisnisnya dimulai dari kantor kecil di Bursa Efek Indonesia. Lalu pindah ke Menara Batavia, kantornya sekarang.
Tahun 2005 perusahaan yang dibelinya ini berhasil go public. Sejak saat itu, ia memasuki periode yang bukan hanya result-oriented melainkan process-oriented. Ia pun menyerahkan bisnisnya ke profesional secara total. “Saya hanya mengawal,” Anton menandaskan.
Setelah itu, Anton pun mulai merambah ke sektor bisnis lainnya, seperti properti, telekomunikasi, hingga pendidikan. Sayangnya, Anton menolak menyebut secara detail apa saja bisnisnya. Sektor-sektor tersebut kini menjadi pilar bisnis GR. Beberapa yang berkenan disebutkan Anton, kini ia tercatat menjadi pemegang saham di PT Jababeka Tbk.; pendiri PT Multi Artha Griya di bawah Reliance Realty yang merupakan pengembang Centro City Residence di Daan Mogot, Jakarta; salah satu pemegang saham President University; dan salah seorang penasihat di sana pula.
Ia berharap, perusahaan-perusahaannya dalam grup bisnis itu bisa menjadi keluarga besar yang saling bahu-membahu mengembangkan bisnis. “Saya masih muda, tapi mereka menghormati saya. Orang-orang yang ada di grup ini pun tak berbeda jauh dari usia saya,” katanya. Disadari Anton, hingga kini banyak bisnisnya yang lain yang perlu diperhatikan. Makanya, beberapa perusahaannya yang sudah mapan ia serahkan ke profesional. Perusahaannya dikelola secara transparan dan reliable. Baginya, setiap orang itu harus paham tanggung jawab dan mau bertanggung jawab atas setiap risiko yang diambilnya. Sekarang, bisnis keuangan dan investasi milik Anton ini memiliki karyawan sekitar 400 orang. Sementara itu, total karyawan dari semua perusahaannya sekitar 2 ribu orang.
Selain Reliance Securities, perusahaan asuransi yang dibangunnya juga berkinerja baik. Terbukti, perusahaan ini mendapat predikat sangat baik dan penghargaan lainnya. Sayang Anton lupa rinciannya. Untuk asuransi kesehatannya saja, Reliance sudah berada di top five dengan 100 ribu klien dengan total premi Rp 100-an miliar. “Rumah sakit yang bisa menerima asuransi Reliance sudah di 33 provinsi,” katanya bangga. Walau demikian, ia mengaku bisnis asuransinya masih kecil. Selain asuransi kesehatan, Reliance juga menawarkan asuransi kerugian dan umum.
Gerak Anton dalam mengelola bisnis dicermati Sylvy Setiawan, salah satu direksi di Asuransi Reliance. Meskipun baru tiga bulan di asuransi tersebut, Wapresdir PT Asuransi Reliance Indonesia ini memandang Anton sebagai orang yang punya komitmen tinggi di bisnis apa pun yang dijalankan. “Saya melihat ada kebersamaan kala outing lalu. Tidak hanya company per company, tapi Reliance sebagai grup,” ungkap wanita yang memegang sertifikat asuransi AAI-K, QIP dan ANZHF ini. Kalau dilihat visinya, menurut Sylvy, Anton tidak hanya membangun grup bisnisnya lima atau puluhan tahun ke depan, melainkan hingga saat dirinya tak lagi mengelola bisnis ini.
Hal yang tak berbeda jauh disampaikan Orias Petrus Moedak, Presdir Reliance Securities. Pria yang sebelumnya menjadi Direktur PT Danareksa Securities ini memandang, sebagai komisaris, Anton menjalankan perannya secara profesional meski ia juga pemilik. “Kami jalan dengan peran masing-masing, kami sebagai direksi, beliau sebagai komisaris. Namun berteman tetap berteman,” tuturnya sambil mengungkap, pemegang saham terbesar Reliance Securities adalah PT Asuransi Reliance Indonesia sekitar 54%, publik 20%, dan sisanya personal.
Menurut Orias, kunci sukses perusahaan yang kini dikomandaninya ini adalah menjaga pengelolaan perusahaan dengan baik. Pria yang pernah menjadi direktur di PT Bahana Artha Ventura ini berekspektasi, laba bersih Reliance Securities tahun ini bisa mencapai sekitar Rp 70 miliar. Apa yang menyebabkan kenaikan itu? “Kami bisa memanfaatkan momentum harga saham yang membaik dan bertambahnya cabang,” katanya, sambil menyebut saat ini Reliance Securities sudah memiliki 20 cabang. Dan, hingga akhir 2009, akan ada tambahan lima cabang lagi. Ia berharap grup ini bisa bertumbuh secara organik dan anorganik, jadi manusianya juga tumbuh menjadi profesional yang lebih bagus lagi.
Lalu apa obesesi Anton saat ini? Ada cita-cita besar yang Anton lakukan atas GR, yaitu grup bisnisnya ini ingin menjadi “panggung” yang bisa melahirkan pemimpin besar ke depan. “Saya ingin grup ini menjadi legacy saya, seperti Grup Astra yang bisa melahirkan menteri dari sana. Bukan berarti saya munafik, saya juga ingin profit,” ujarnya blak-blakan. Anton meyakini, apabila pola pikir orang-orang yang mendukung bisnisnya sama, berjalan benar dan baik, pasti hasilnya akan profit. Dan ujung-ujungnya obsesi Anton akan tercapai. Yang pasti, GR tak bisa dianggap remeh, apalagi perusahaan ini tengah bersinar.
Riset: Ratu Nurul Hanifah