Sukses yang dibesut Maicih, keripik pedas dari Bandung, memunculkan para pengikut yang ingin mencicipi gurihnya bisnis beromset Rp 7-10 miliar per bulan ini. Maicih tak tinggal diam, serangan dari luar dan dalam ditangkal habis-habisan.
Fenomena Maicih sudah dibahas panjang lebar di berbagai media. Keberhasilannya memanfaatkan media sosial membuatnya terkenal dan banyak dibicarakan. Maicih menjadi contoh word of mouth yang berhasil. Makin banyak dibicarakan, makin laris pula permintaan yang datang kepadanya.
Kini Maicih menghadapi babak baru di dalam popularitasnya, yakni bermunculannya pengikut atau follower. Bersamaan dengan meningkatnya permintaan, bisnis camilan keripik pedas pun kian marak. Luar biasa. Sejumlah merek aktif menjajakan produknya melalui mobil-mobil yang mangkal di pinggir jalan ataupun yang dipajang di berbagai gerai. Mobil-mobil ini “bergentayangan” — istilah distribusi Maicih — di jalan-jalan yang menjual camilan asal Bandung.
Memang, Maicih yang berlogo nenek-nenek ber-ciput (semacam kerudung) yang menghadap ke samping ini tak lagi bermain sendiri. Sudah berjibun follower-nya — sedikitnya ada 50 merek. Sebut saja, Karuhun, Mainot, Raja Basreng dan Nyi Saripah. Bahkan, di setiap kota bermunculan produk sejenis. Di Bogor, misalnya, ada Markonah.
Tak hanya dari luar, dari dalam pun Maicih punya saingan dengan merek yang sama, yaitu Maicih. Hanya saja, kemasannya menggunakan kertas daur ulang. Logonya juga nenek-nenek ber-ciput, tetapi menghadap ke depan. Maicih yang satu ini dikembangkan Dimas Ginanjar Merdeka atau sering dipanggil Bob Merdeka. Dia adalah kakak kedua Reza Nurhilman. Reza, yang biasa dipanggil Axl, adalah yang mengembangkan Maicih berlogo nenek-nenek ber-ciput menghadap ke samping sejak 29 Juni 2010.
Nah, melihat follower yang makin banyak itu, Reza sejak awal 2012 mengeluarkan sejumlah jurus untuk menghadang para pesaingnya, yaitu dengan membuat kemasan lebih menarik; memperkuat jaringan distribusi, promosi dan komunitas; serta mendiversifikasi bisnis atau merek.
Pertama, membuat kemasan lebih menarik. Awalnya, produk Maicih hanya dibungkus plastik biasa dengan logo khasnya. Sejak awal tahun ini, telah menggunakan bungkus yang lebih modern dan lebih menarik dengan balutan warna merah dan putih. Dengan bungkus baru ini, kualitas produknya lebih terjamin karena produk lebih tahan lama.
Selain itu, varian produknya pun dibuat lebih beragam. Tak hanya singkong, tetapi juga ada basreng (baso goreng), gurilem (gurih dipelem), seldak keju dan original. Kendati disebut makanan rakyat, harga camilan Maicih tak bisa dibilang murah dalam kategori snack, yaitu Rp 15-18 ribu per bungkus, tergantung variannya.
Produk Maicih mempunyai ciri khas, yaitu keripik singkong yang menggunakan level pedas 3, 5 dan 10 (paling pedas). Pelevelan tingkat pedas ini menjadi daya tarik tersendiri sehingga Maicih dianggap unik. “Saat ini, dalam sehari kami mampu memproduksi 5 ton keripik, belum termasuk varian lain. Totalnya kami memproduksi 30 ribu bungkus per hari. Tahun-tahun sebelumnya hanya 3-5 ribu bungkus,” ujar Reza sambil menginformasikan, pabriknya berada di wilayah Sariwangi, Bandung.
Kedua, memperkuat jaringan distribusi, promosi dan komunitas. Saat ini jaringan distribusi Maicih tak hanya di tingkat nasional, tetapi sudah merambah luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Korea dan Inggris. Awalnya, Maicih merambah luar negeri karena dibawa oleh warga negara Indonesia yang tinggal di negara-negara tersebut. Namun, akhirnya Maicih diekspor secara resmi. Hanya saja, sistem distribusinya tidak seperti di Indonesia yang menggunakan cara nomaden, tetapi bekerja sama dengan berbagai gerai. Seperti di Inggris, Maicih bisa didapat di Toko Asia.
Memang, dalam sisitem distribusinya Maicih pun menggunakan cara yang unik. Maicih membangun sistem bisnisnya menyerupai negara. Mereka menyebutnya Republik Maicih atau Negara Keripik Republik Icih (NKRI) di bawah payung PT Maicih Inti Sinergi. Dalam Republik Maicih ada presiden dan ibu presiden, yaitu Reza dan istrinya. Kemudian panglima jenderal dan para menteri, seperti menteri keuangan, menteri pangan (produksi), menteri perhubungan (distribusi), menteri komunikasi dan informasi (promosi), dan menteri penerangan (media relations).
Di bawahnya, ada gubernur dan jenderal (termasuk jenderal sepuh) yang mengoordinasi sebuah wilayah dan stok barang untuk pasukannya yang disebut tim jenderal . Mereka berjualan dengan cara nomaden, bergentanyangan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan mobil. Para jenderal bagi Reza merupakan independent business owner sehingga mereka bersama timnya diberi kebebasan mengembangkan bisnis di wilayah masing-masing. Saat ini jumlah jenderal dan anggota tim jenderal mencapai 300 orang di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk menjadi jenderal, ada prosesnya dan harus melalui pelatihan khusus di Bandung.
Selain memperkuat distribusi, berpromosi dan menggarap komunitas juga dilakukan Maicih. Tampilan website Maicih (www.maicih.co.id) dibuat lebih menarik dengan didominasi warna merah menyala seperti cabe. Tak puas sampai di situ, Maicih juga menerbitkan Icihers Magazine sebagai salah satu cara untuk menggarap Icihers, sebutan bagi komunitas penikmat camilan ini. Majalah yang oplahnya 10 ribu eksemplar per bulan ini dibagikan secara gratis kepada pelanggan.
Dan, yang tidak ditinggalkannya dalam berpromosi adalah menggunakan media sosial terutama Twitter dengan akun @infomaicih. Memang, media sosial yang membangun word of mouth marketing ini menjadi ujung tombak yang membesarkan Maicih. Kala belum banyak media yang meliput, Twitter menjadi cara ampuh membesarkan Maicih. Twitter Maicih dengan jumlah follower mencapai 401.449 ini masih tetap digunakan hingga saat ini. Semua info tentang Maicih, termasuk pasukan penjual yang bergentayangan di mana pun di seluruh Indonesia, selalu disebarkan lewat jejaring sosial ini.
Diakui tim jenderal yang gentayangan di wilayah Bogor, Wulan Sari Nofrian (@woelsari Maicih), media sosial sangat ampuh menggenjot penjualannya. Selain Twitter, untuk menciptakan kepuasan pelanggan sekaligus menghadapi persaingan, dirinya berupaya kreatif. Salah satunya, memaksimalkan penggunaan digital marketing lainnya, seperti BlackBerry Messenger (BBM) atau SMS. “Media ini digunakan untuk request tempat berjualan dan pesanan barang dari pembeli,” kata Wulan yang merupakan penjual Maicih pertama di Kota Hujan, sejak awal 2011.
Dalam sehari, Wulan bisa menjual 40-100 bungkus Maicih. “Malah pernah saat Lebaran tahun lalu, bisa menjual 500 bungkus sehari. Dan pernah juga ada pelanggan Maicih sampai mengejar ke rumah karena ngidam Maicih,” ujar alumni Universitas Padjadjaran Bandung ini. Diakuinya, saat ini pesaing Maicih makin banyak. Yang menjual Maicih di kotanya pun tak lagi dia sendiri, ada tim jenderal lainnya. “Kreativitias sangatlah diperlukan untuk bisa bersaing,” ungkapnya.
Langkah ketiga yang dilakukan Maicih adalah mendiversifikasi bisnis atau merek. Hal ini dilakukan dalam upaya agar bisnis Maicih tetap sustainable ke depannya. Apalagi, usia Maicih baru dua tahun sehingga bisa dibilang belum teruji. Sebuah produk baru langsung booming adalah hal wajar. Tinggal bagaimana mempertahankan dan mengelola produk tersebut agar tetap eksis ke depannya.
Reza pun menyadari dalam bisnis ada pasang-surut. Apalagi, persaingan di bisnis makanan semacam Maicih ini mulai ketat dengan banyaknya follower, kendati bisnisnya masih tetap moncer. “Omset kami saat ini mencapai Rp 7-10 miliar per bulan. Tahun sebelumnya baru Rp 4 miliar per bulan,” ungkap mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Maranatha, Bandung, ini.
Kelahiran Bandung 29 September 1987 ini sepertinya tak puas sampai di situ sehingga Maicih akan dibuat menjadi payung brand dari sebuah holding company. Ia sudah berancang-ancang masuk ke bisnis lain seperti properti. “Kami akan memasarkan town house Maicih pada Januari 2013,” kata pria yang pernah menjadi pedagang berbagai produk seperti elektronik, pupuk, kucing dan pakaian ini. Selain itu, ke depan ia akan membangun hotel dan jaringan kafe yang menggunakan makanan serba “Icih”. Misalnya, Pizzacih dan Tom yamcih. Jaringan kafe ini akan diwaralabakan ke setiap kota dengan menggandeng para jenderal dan tim jenderal yang selama ini membesarkan Maicih.
Dalam pandangan Yuswohady, pengamat pemasaran, Maicih dan sistem bisnisnya merupakan sebuah story yang menarik. Dan, memang untuk membangun bisnis agar dikenal haruslah menjadi story yang bisa menarik perhatian, yang ujung-ujungnya konsumen juga tertarik membeli produknya. Hanya saja, otentisitas sebuah story kalau semakin lama dan terus dieksplorasi akan jadi tidak menarik lagi. Seperti halnya sinetron yang dibuat sampai beberapa musin tayang, lama-kelamaan orang akan bosan juga.
Nah, Maicih adalah produk makanan. Inti bisnisnya adalah rasa atau produk sehingga agar Maicih bisa sustainable, harus berinovasi pada produknya. Sementara membangun sistem jaringan distribusi yang dibuat unik dan menggunakan media sosial adalah bagian dari strategi bisnis. “Namun, apa pun strategi bsinisnya, kalau produknya tidak menarik dan tidak inovatif, akan jadi tidak menarik lagi ke depannya,” katanya menganalisis.
Seperti Maicih membuat kemasan yang lebih menarik dan modern, itu sudah baik. Karena, itu menjadi salah satu cara menjaga kualitas produk. “Namun kalau Maicih melebarkan merek ke properti seperti town house atau hotel, sebenarnya tidak terlalu nyambung. Kecuali kafe, karena itu related, masih di bisnis makanan sehingga ada alasan orang membeli Maicih,” ungkap Yuswohady. Jadi, jangan lupakan inovasi konten alias produknya.
Soal banyak follower, sebenarnya bagus juga agar industri ini lebih bergariah karena ada persaingan. Namun tetap saja, rasa dan inovasinya yang akan dipilih sehingga pelanggan jadi loyal.(*)
Riset: Adinda Khalil
Strategi Maicih Menghadapi Follower
Pertama, membuat kemasan lebih menarik dengan balutan warna merah dan putih. Dengan bungkus baru ini, kualitas produknya lebih terjamin.
Kedua, memperkuat jaringan distribusi dan komunitas. Saat ini jaringan distribusi Maicih sudah merambah luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Korea dan Inggris. Sistem bisnisnya menyerupai negara. Mereka menyebutnya Republik Maicih atau Negara Keripik Republik Icih (NKRI) di bawah payung PT Maicih Inti Sinergi. Dalam Republik Maicih ini, ada presiden, panglima jenderal, menteri, dan jendreal beserta timnya.
Ketiga, memberikan kepada komunitas penikmat Maicih yang disebut Icihers majalah gratis bernama Icihers Magazine. Lalu, mempercantik tampilan website-nya (www.maicih.co.id) dan terus menggencarkan promosi lewat media sosial terutama Twitter, @infomaicih.
Keempat, mendiversifikasi bisnis atau merek agar sustainable. Maicih mengembangkan bisnis town house yang akan dipasarkan pada Januari 2013. Lalu, akan membuat hotel dan jaringan kafe yang menggunakan makanan serba “Icih”, misalnya Pizzacih dan Tom yamcih.
BOKS
Follower dan Pecahan Maicih
Kini, Maicih dengan keripik berlevel pedas 3, 5, 10 yang jadi ciri khasnya tak lagi sendirian menjajakan produk ini. Setidaknya ada 50 merek lainnya yang ikut mencicipi lezatnya bisnis ini. Ada merek Karuhun, Mainot, Raja Basreng dan Nyi Saripah. Bahkan, di setiap kota bermunculan produk sejenis seperti Markonah di Bogor.
Tak hanya pesaing dari luar, dari dalam pun Maicih punya saingan dengan merek yang sama, Maicih. Bedanya dengan Maicih pionir, Maicih pengikut ini dikemas dengan kertas daur ulang. Logonya sama-sama nenek ber-ciput, tetapi menghadap ke depan. Maicih bersi baru ini dikembangkan Dimas Ginanjar Merdeka (Bob Merdeka), kakak kedua Reza Nurhilman. Reza, biasa dipanggil Axl, adalah pengembang Maicih berlogo nenek ber-ciput menghadap samping sejak 29 Juni 2010.
Duo Maicih bersaing bebas. Maicih versi Bob menjajakan produknya dengan menggandeng gerai-gerai penjual, sementara Maicih versi Reza menggunakan sistem nomaden dengan menggunakan mobil yang bergentayangan – istilah distribusi Maicih – di setiap kota. Para penjualnya disebut jenderal dan tim jenderal. Mereka adalah bagian dari sistem bisnis yang disebut Republik Maicih atau Negara Keripik Republik Icih (NKRI).***
1 comment for “Jurus Maicih Menghadang Follower”