Bango dan ABC bertarung keras menggarap pasar kecap yang nilai pasarnya mencapai lebih dari Rp 2 triliun. Keduanya adu pintar menggempur pasar dengan strategi komunikasi pemasaran. Bagaimana hasilnya?
Pasar kecap di Indonesia semakin manis. Betapa tidak? Hampir semua rumah tangga di negeri ini memiliki kecap untuk persediaan santapan sehari- hari. Riset Millward Brown pada 2010, misalnya, menemukan lebih dari 50% rumah tangga di lima kota besar di Indonesia (Jabotabek, Medan, Semarang, Surabaya, Bandung) menggunakan kecap manis sebagai bumbu dan penyedap makanan. Dengan fakta seperti itu, tak mengherankan, data Nielsen pada 2010 menunjukkan market size kecap mencapai Rp 1,97 triliun. Malah, Agus Nugraha, Manajer Merek Senior Bango PT Unilever Indonesia Tbk., memperkirakan pasar kecap mencapai Rp 3-4 triliun.
Pasar gemuk kecap diperebutkan banyak pemain, mulai dari pemain kelas rumahan (home industry), pemain daerah, hingga pemain nasional. Belakangan pemain lokal pun banyak yang mulai merambah pasar nasional, seperti kecap Sukasari (di Semarang), kecap Korma (Jakarta), kecap Zebra (Bogor), kecap Kunci (Karawang), kecap Benteng (Tangerang), kecap Kenarie (Surabaya), kecap Maja Menjangan (Majalengka), kecap Kenari (Surabaya), dan kecap Jamburi (Blitar).
Dari puluhan, bahkan ratusan, merek kecap itu, kecap ABC dan Bango memang paling agresif memenetrasi pasar dan menggarap strategi komunikasi pemasaran. Praktis keduanya mendominasi pasar kecap yang diperkirakan mencapai hingga 75%, sementara 25% lainnya dinikmati ratusan merek lainnya itu.
Keunggulan ABC terletak pada penetrasi pasarnya yang meluas secara nasional. Dari segi rasa, ABC mampu menerjemahkan rasa yang dapat diterima seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok Nusantara. Ada yang menduga ramuan canggih kecap ABC diperoleh berkat pengetahuannya mengakuisisi banyak merek lokal di Tanah Air. Seperti diketahui, PT Heinz ABC Indonesia rajin mengambil alih merek lokal dan membesarkannya melalui nama merek lama, seperti kecap Cap orang Jual Sate (Semarang), kecap Hoki (Sumatera), dan kecap Soto (Kalimantan).
Selain itu, untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Heinz ABC juga tergolong menghadirkan varian paling banyak. Di antaranya, varian premium Black Gold (BG) yang diluncurkan pada November 2010. Sebulan kemudian, muncul kecap pedas (kecap dengan biji cabai).
Kecap BG menyasar kelas premium karena ia dihadirkan dengan kemasan mewah dan harga di atas kecap ABC biasa (ABC mantap). Sebagai gambaran, pada varian kecap botol plastik ukuran 275 ml, ABC mantap dibanderol Rp 7.500, BG Rp 7.900, dan Bango Rp 8.600. Menurut Andra Wibisana, Manajer Merek Heinz ABC, dalam rangka peluncuran BG, pihaknya membuat acara spektakuler, yaitu melakukan demo masak sapi guling seberat 500 kg dengan mengundang sejumlah komunitas ibu-ibu dan para food blogger.
Gimmick diberikan supaya awareness terhadap BG meningkat. Selain itu, Heinz ABC juga melakukan komunikasi pemasaran terpadu, seperti promosi above dan below the line, merambah media digital — Facebook, website, Twitter — dan menggarap komunitas plus memenetrasi pasar dengan menggencarkan distribusi produk, baik di gerai modern maupun tradisional.
Nah, kini yang paling sering dilakukan Heinz ABC adalah membuat aktivasi demo masak di gerai-gerai penjualan produk ABC. Bahkan, menggelar acara berskala besar: lomba memasak, Masakan Andalanku. Dalam kompetisi ini, awalnya calon peserta diminta mengirimkan resep masakan andalannya yang tentunya menggunakan kecap. Para peserta yang terpilih itulah yang mengikuti kompetisi memasak makanan andalan. “Pemenangnya mendapatkan hadiah utama renovasi dapur senilai Rp 50 juta,” ucap Andra yang mantan manajer sejumlah merek di PT Bintang Toedjoe itu.
Sebelum kompetisi digelar, Heinz ABC gencar mempromosikan kecap BG di televisi dari Desember 2010 sampai Juni 2011. Juga, aktif berpromosi di media cetak, media digital dan media sosial. “Kami cukup aktif terutama di Facebook karena masyarakat Indonesia pengguna FB terbanyak dibanding negara lain,” kata Andra. Melalui media ini, pengelola ABC rajin mengedukasi pasar dengan memberikan product knowledge, update resep makanan, games dan kuis.
Untuk aktivitas promosi ABC yang gencar itu, berdasarkan data Nielsen, pada Januari -November 2011 ABC telah menggelontorkan belanja iklan sebesar Rp 88,18 miliar. Dan dari tahun ke tahun belanja iklannya terus meningkat. Pada 2010 menghabiskan Rp 64,13 miliar melonjak 70,4% dibanding 2009 sebesar Rp 37,6 miliar
Sejalan dengan agresifnya berpromosi, Heinz ABC pun rajin melakukan penetrasi melalui jalur distribusi. Menurut Andra, untuk kecap ABC mantap yang sudah lama dipasarkan, sekitar 60% distribusinya di pasar tradisional dan kecap ini memang lebih kuat di pasar becek dibanding di pasar modern. Sementara BG bergerak sebaliknya. Saat ini lebih banyak menyasar pasar modern dan lebih fokus didistribusikan di kota-kota besar.
Dengan gencarnya aktivitas pemasaran itu, kecap ABC cukup digjdaya di pasar. “Bisnis kami, seperti kecap BG, tumbuh signifikan,” kata kelahiran Jakarta, 20 Juni 1977, itu tanpa mau menyebutkan angkanya. Yang pasti, kecap ABC kini menjadi tambang uang bagi Grup ABC sehingga tak akan berhenti bersaing melalui berbagai strategi. Pertama, menang di benak konsumen. Kedua, menang di in store dalam hal visibility dan distribusi produk. Ketiga, memberikan kepuasan kepada konsumen supaya mereka datang lagi.
Bagaimana langkah Bango menghadapi lawan yang berani ini? Dikatakan Agus Nugraha, Bango konsisten dengan sasaran yang dituju: ibu-ibu usia 25-35 tahun, tinggal di daerah urban dan rural, serta mengutamakan value for money. Maka, Bango tetap mengandalkan keunggulannya sebagai kecap yang terbuat dari bahan alami, tanpa bahan pengawet dan bahan kimia (MSG). “Bango satu-satunya kecap yang menggunakan bahan alami dari kedelai hitam sehingga produknya lebih kental, lebih manis, dan lebih meresap ke dalam masakan,” kata Agus berpromosi.
Karena kualitas bahan unggulan seperti itu, Bango jelas menyasar segmen premium (kelas A dan B) dengan harga di atas rata-rata harga kecap pada umumnya. Namun, guna memenuhi kebutuhan khalayak lebih luas lagi, kini Bango sengaja membuat kemasan sachet kecil. Kemasan sachet tersebut ada yang berukuran 14 ml dan dibuat memanjang seperti sachet saos. Lalu, ada sachet 37 ml. “Ini segmen baru yang dijual Rp 1.000. Rata-rata pemain lain membuat sachet lebih kecil dengan harga Rp 500,” ujar Agus.
Keputusan kecap Bango menerbitkan kemasan sachet kecil pada 2011 bisa dibilang babak pembuka persaingan dengan ABC, karena ABC telah lama memasarkan kecapnya dalam bentuk sachet. Malah di kampung-kampung, kemasan sachet ABC ini cukup digemari. Selain praktis, harganya pun relatif murah.
Dalam hal kemasan, boleh jadi Bango kalah cepat dibandingkan pesaing. Namun, dalam hal aktivasi merek bersama komunitas, Bango-lah jawaranya. Salah satu aktivasinya yang ngetop adalah rutin menggelar Festival Jajanan Bango sejak 2005. Dan pada 2011, festival ini sudah digelar di lima kota besar selain Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dalam festival itu dijajakan makanan-makanan yang jadi ikon berbagai daerah yang tentunya menggunakan kecap. “Festival ini,” kata Agus, “menjadi media word of mouth marketing yang ampuh.”
Kemudian, Bango juga membuat survei tentang semur. Ternyata, makanan yang banyak menggunakan kecap ini makanan asli Nusantara sejak zaman Majapahit. Hanya saja, sebutan untuk masakan ini di setiap daerah berbeda-beda. “Semur hasil penelitan ini nantinya bersama Kementerian Pariwisata akan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan asli Indonesia,” kata Agus. Ditambahkan Ribut Tri Purwanti, Asisten Manajer Hubungan Media Unilever, kegiatan itu sekaligus sebagai bagian dari misi sosial karena di Unilever CSR embedded dalam setiap kegiatan bisnisnya. “Kecap Bango hadir karena ada hubungan yang erat dengan petani kedelai yang jadi binaan (CSR) Unilever yang saat ini berjumlah 7.000 petani, tersebar di berbagai daerah di Indonesia,” Purwanti menjelaskan.
Agar gaungnya lebih besar, Unilever pun membuat program televisi bertajuk Citra Rasa Nusantara yang ditayangkan sejak 2005. Ini juga upaya Unilever memperkuat posisi Bango yang cocok untuk masakan tradisional Indonesia. Selain itu, berbagai media lain pun dirambahnya. Misalnya, Bango aktif dipromosikan lewat media sosial (Facebook, Twitter dan wesbite) yang mengulas 1.001 resep semur. Untuk semua itu, belanja iklan Bango tergolong yang paling besar di antara para pemain kecap lain. Pada Januari-November 2011, belanja iklannya Rp 158,99, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Bango juga rajin menggarap komunitas, antara lain Kuliner Nusantara dan Komunitas Bango Manua (Kobama) yang sudah bekerja sama dengan Unilever sejak 2007. “ Kobama merupakan komunitas yang paling dekat dengan kami. Mereka sering memberi tahu di daerah-daerah mana ada makanan enak. Mereka juga rajin bikin tulisan di blog tentang makanan,” ungkap Agus.
Bagaimana hasil pertarungan kedua merek ini dalam penguasaan pasar? Belum ada data riset yang memadai. Hanya saja, menurut penelitian lembaga riset pasar Euromonitor International, pada 2001, kecap ABC menguasai 40% dari total penetrasi pasar kecap di Indonesia, sebesar Rp 1,6 triliun. Namun, pada 2005, posisinya menurun hingga 33% dari total pasar yang mencapai Rp 3 triliun. Sebaliknya, pangsa pasar kecap Bango tetap stabil selama 2001-05, yakni sebesar 32%. Demikian juga berdasarkan lembaga riset pasar asal Australia, Roy Morgan Research, sepanjang April 2006 sampai Maret 2007, pembelian kecap ABC partai besar menurun dari 51% menjadi 41%. Sebaliknya, penjualan kecap Bango dalam kurun waktu yang sama naik dari 19% menjadi 21%.
Bisa jadi penjualan ABC dan Bango berimbang karena menurut Amalia E. Maulana, konsultan pemasaran sekaligus dosen di perguruan tinggi swasta, keduanya sama-sama agresif dalam kegiatan pemasaran dan mempunyai anggaran yang cukup tinggi. Perbedaan gaya keduanya terletak pada alokasi anggaran tersebut. Unilever dengan Bangonya lebih menekankan pada kombinasi strategi jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan ABC lebih pada gaya pemasaran tradisional jangka pendek. ABC rajin mengeluarkan produk baru, misalnya dengan menawarkan produk ABC rasa pedas atau BG. “Ini gaya pemasaran lama, yaitu melihat bahwa lahirnya produk baru merupakan cara untuk mempertahankan konsumennya tidak pindah ke lain hati,” kata Amalia. ABC juga aktif dengan kegiatan consumer promotion yang cukup standar, misalnya cicip-mencicip di supermarket dan lomba masak.
Kegiatan pemasaran Bango banyak yang menekankan pada strategi jangka panjang. Hasil kegiatannya pun mungkin tidak langsung terasa pada tahun tersebut, tetapi secara perlahan tetapi pasti membentuk fondasi kuat untuk menciptakan merek yang tidak tergoyahkan dalam jangka panjang.
Pembinaan petani kedelai, misalnya, bukanlah kegiatan yang menghasilkan dalam jangka pendek, karena sistem kemitraan ini menyangkut value chain di sektor produksi. Kegiatan ini berimbas pada kelangsungan pasokan kedelai hitam bermutu tinggi yang ingin dipertahankan Bango. Kegiatan ini juga dikaitkan dengan CSR perusahaan, sehingga dampak kegiatan bukan saja kepada pemasaran jangka panjang, tetapi juga sustainability nama besar perusahaan pendukung kemitraan.
Demikian pula dengan pelestarian kuliner Indonesia melalui Festival Jajanan Bango. Ini bukanlah kegiatan yang menghasilkan penjualan berlipat dalam jangka pendek. Kegiatan ini juga merupakan investasi jangka panjang, yaitu menanamkan di benak konsumen dan stakeholder lainnya — dalam hal ini adalah pedagang penjaja makanan tradisional — bahwa masakan dengan basis kecap perlu dilestarikan dan dipertahankan apresiasinya di masyarakat.
Kegiatan ini lebih menekankan pada upaya menjaga agar secara jangka panjang jenis masakan tradisional yang menggunakan kecap tetap eksis. Bango secara tidak langsung akan menjadi pilihan komunitas kuliner ini. Bahkan setelah diadakannya festival ini, dibentuk komunitas khusus oleh masyarakat, bukan oleh perusahaan. Ini menggambarkan adanya involvement yang cukup besar dan mengakar dari luar dan merupakan bukti apresiasi kepada merek Bango yang digunakan sebagai merek komunitas (Bangomania). “Amplifikasi dari kegiatan Bangomania di media sosial misalnya adalah kegiatan brand ambassador yang membawa dampak word of mouth yang tidak sedikit,” tutur Amalia.
Lalu, strategi pemasaran apa yang sebaiknya dilakukan para pemain kecap agar bisa tetap unggul di pasar? Menurut Amalia, harus diakui bahwa kecap bukanlah produk yang masuk dalam tingkat kepentingan yang tinggi untuk konsumen . Istilah pemasarannya, merupakan low involvement product. Artinya, tidak membutuhkan pemikiran yang panjang untuk membeli kecap karena risikonya bila salah memutuskan merek kecap, itu bukanlah masalah besar.
“Bahwa ada sekelompok orang yang fanatik terhadap rasa kecap tertentu, memang betul, tetapi itu merupakan niche market,” ujar Amalia. “Lebih banyak yang menganggap bahwa ‘kecap ya kecap ya kecap…;” tambah konsultan merek & etnografer dari Etnomark Consulting itu. Dalam pemasaran produk low involvement, dianjurkan untuk tidak hanya membahas produk, melainkan juga mencari elemen-elemen nonproduk yang bisa mengaitkan konsumen secara tidak langsung dengan merek tertentu. Cara lainnya, mempunyai brand endorser atau opinion leader yang dikenal di masyarakat, sebagai orang yang punya apresiasi tinggi terhadap kecap merek tertentu.(***)
Dede Suryadi
Riset: Adinda Khalil
Jurus Pemasaran Kecap ABC
- Meluncurkan sejumlah varian baru, di antaranya kecap Black Gold dan kecap pedas dengan biji cabai.
- Menerapkan komunikasi pemasaran terpadu, mulai dari melakukan kampanye above dan below the line; merambah media digital: Facebook , website, Twitter; hingga menggarap komunitas plus memenetrasi pasar dengan menggencarkan distribusi produk, baik di gerai modern maupun tradisional.
- Melakukan aktivasi merek melalui kompetisi memasak Masakan Andalanku. Juga, rajin melakukan demo masak di gerai-gerai yang menjual kecap ABC, baik gerai modern maupun tradisional.
Jurus Pemasaran Kecap Bango
- Membuat kemasan baru, sachet, berukuran 14 ml dan 37 ml untuk menjangkau pasar lebih luas lagi.
- Mempertahankan tema utama melestarikan warisan kuliner Nusantara. Seluruh aktivitas komunikasinya bertumpu pada tema besar itu, mulai dari program televisi bertajuk Citra Rasa Nusantara hingga program aktivasi merek bersama komunitas lewat acara yang rutin digelar sejak 2005, Festival Jajanan Bango.
- Mengembangkan misi sosial dengan membuat survei tentang semur sebagai makanan warisan Nusantara. Rencananya, berdasarkan hasil survei tersebut, bersama Kementerian Pariwisata akan mendaftarkan semur ke UNESCO sebagai makanan asli Indonesia.