ORI di Pasar Sekunder, Masih Menarikkah?

Harga ORI terkoreksi cukup dalam akibat krisis global. Masih menarikkah berburu ORI di pasar sekunder?

Oleh : Dede Suryadi

Di tengah krisis global yang kini melanda, bisa dibilang semua instrumen investasi di pasar modal sedang lesu. Tak terkecuali Obligasi Ritel Indonesia atau biasa disebut ORI, juga terkena imbasnya. Harga ORI001-005 pun sedang jatuh, jauh di bawah harga pokoknya (pari), yaitu 100.

Tengok saja, menurut data PT Danareksa Sekuritas, per 27 Oktober 2008 harga ORI di pasar sekunder untuk ORI001 sebesar 95; ORI002 89,75; ORI003 82,5; ORI004 90; dan ORI005 80. Tentu saja, harga ORI ini setiap saat berubah-ubah mengikuti pergerakan pasar.

Turunnya harga ORI dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya, anjloknya Surat Utang Negera (SUN) akibat ditinggal investor, khususnya investor asing yang membutuhkan dana untuk mengatasi kesulitan likuiditas di negaranya masing-masing. Harga SUN mempunyai korelasi terhadap harga ORI karena sama-sama obligasi negara.

Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu, kepemilikan asing atas SUN mencapai Rp 96,62 triliun (per 22 Oktober 2008), atau 17,83% dari total SUN yang berada di pasar sekunder sebesar Rp 541,7 triliun. Kepemilikan asing atas SUN itu terus menurun. Per 28 Oktober nilainya menjadi Rp 93,06 triliun. Padahal pada 10 Oktober lalu masih sebesar Rp 99,54 triliun. Pemerintah pun sedang berupaya menjaga harga SUN dengan cara melakukan buy back instrumen ini di pasar sekunder.

Nah, sebagai konsekuensi dari harga obligasi yang turun, imbal hasilnya (yield) mengalami kenaikan karena itu hukum pasarnya. Banyak yang beranggapan inilah saatnya mengoleksi ORI di pasar sekunder, sebab dianggap menjanjikan untuk investasi jangka panjang. Malah Guntur Pasaribu, Direktur Perdagangan Derivatif dan Fix Income, Keanggotaan dan Partisipan Bursa Efek Indonesia (BEI), menyarankan agar dana pensiun dan asuransi membeli ORI yang dilepas pemodal di pasar sekunder. Pasalnya, spread yield ORI terhadap BI Rate (9,5%) semakin besar, yaitu berkisar 3,5%-5%.

Dengan perbedaan yang cukup lebar itu, menjadi alasan kalau ORI itu masih menarik untuk dikoleksi. “Pada akhir 2007, spread antara yield ORI dan BI Rate masih berada di posisi 0,5%-1%, tetapi saat ini sudah lebih lebar dan potensial untuk dikoleksi,” kata Guntur menegaskan. Malah spread itu bukan lagi cukup tinggi, tapi sudah tinggi sekali. Contohnya, ORI001 yang jatuh tempo Mei 2009 harganya stagnan di posisi 98,30%; sedangkan imbal hasilnya sekarang (current yield) naik 0,09% ke 14,36%. Harga ORI002 yang jatuh tempo Maret 2010 naik 0,05% ke 90,21%; sedangkan current yield-nya, meski turun 0,13%, masih di posisi 17,14%.

Menguatkan pendapat Guntur, Edwin Syahruzad, Head of Debt Capital Market Danareksa, menghitung, imbal hasil hingga jatuh temponya (yield to maturity/YTM)). Menurutnya, YTM ORI001 sebesar 19%; ORI002 17,5%; ORI003 17,2%; ORI004 17,4%; dan ORI005 17,8%. Hanya saja, meski imbal hasilnya menarik, banyak investor yang mengerem berinvestasi ORI di pasar sekunder. “Para investor lagi takut berinvestasi tidak hanya di ORI,” katanya menginformasikan.

Memang, transaksi ORI di pasar sekunder tidak seramai sebelum krisis global, meski tanda-tanda bergairah kembali selalu ada. Menurut Guntur, volume transaksi ORI di pasar sekunder per harinya: April Rp 327 miliar; Mei Rp 265 miliar; Juni Rp 284 miliar; Juli Rp 264 miliar; Agustus Rp 123 miliar; dan September Rp 141 miliar. “Jika dirata-rata, dari Januari sampai September tahun ini nilai transaksinya Rp 226 miliar per hari,” ujarnya.

Setiap seri ORI memiliki karakteristik tersendiri. Namun, kalau dilihat dari sisi likuiditas transaksi, ORI002 dan ORI004 yang paling likuid. Sekadar mengingatkan, ORI002 diterbitkan pemerintah pada 28 Maret 2007 dan jatuh tempo 28 Maret 2010. Total dana yang terhimpun mencapai Rp 6,2 triliun dengan kupon senilai 9,28% per tahun.

Sementara ORI004 diterbitkan pada 12 Maret 2008 dan jatuh tempo 12 Maret 2012. Dana yang terhimpun Rp 13,4 triliun dengan kupon 9,5% per tahun. “Dari segi transaksi, ORI004 yang paling aktif diperdagangkan dengan rata-rata tiap bulannya mulai Maret 2008 sebesar Rp 2 triliun,” ujar Edwin sambil menginformasikan, volume transaksi ORI di pasar sekunder rata-rata per bulan selama Januari-September 2008 mencapai Rp 4,6 triliun.

Andi, investor yang mengoleksi ORI002 dan ORI004, mengatakan, dalam menghadapi kondisi sekarang ia lebih merasa aman tidak mentransaksikan instrumen investasi yang dijamin pemerintah ini. Alasannya, lagi-lagi lantaran harganya sedang anjlok. “Mendingan saya simpan dulu sampai kondisi memungkinkan. Toh, saya masih menikmati kuponnya yang dibayar pemerintah tiap bulan,” tutur Andi tanpa mau menyebutkan seberapa besar investasinya di ORI itu.

Sebelum krisis, Andi juga tergolong aktif membeli dan menjual ORI di pasar sekunder. Yang ia cari adalah capital gain dari harga ORI. Misalnya, membeli ORI di harga 100, maka ketika harganya 102 ia akan menjualnya. Menurutnya, untuk bisa membeli ORI di pasar sekunder, caranya gampang: tinggal mengontak agen penjual seperti bank atau perusahaan sekuritas sedikitnya Rp 5 juta atau kelipatannya. Nantinya, baik dari kupon maupun capital gain yang diperoleh sebelumnya akan dipotong pajak 20% final. “Membeli ORI di pasar sekunder sama seperti membeli saham,” ia menerangkan.

Dilihat dari karakteristiknya, ada kencenderungan investor ORI yang individual lebih suka memegang instrumen investasi ini hingga jatuh tempo. Di samping menikmati kupon bunga yang dibayarkan setiap bulan, meski harganya sekarang turun, pada saat jatuh tempo pemerintah akan membeli kembali pada harga pokoknya (100). Maka, yang lebih banyak bertransaksi ORI di pasar sekunder adalah investor institusi seperti dana pensiun, perusahaan asuransi, bank dan manajer investasi. “Kemungkinan saat ini ORI yang jadi incaran adalah ORI001 dan ORI005 karena kupon bunganya cukup tinggi, yakni masing-masing 12,05% dan 11,45%,” ujar Edwin. Pertimbangannya, di samping harganya lagi murah, juga mengharapkan keuntungan dari kupon.

Lalu pertanyaannya, lebih menguntungkan mana membeli ORI langsung di pasar sekunder atau yang sudah dipaket lewat manajer investasi? Guntur menjelaskan, sebenarnya dua hal itu tak bisa dibandingkan langsung. Kalau berinvestasi langsung di pasar sekunder, bisa dilakukan seperti yang sudah dijelaskan Andi di atas.

Namun, kalau lewat manajer investasi (fund manager), investasinya melalui unit penyertaan reksa dana yaitu reksa dana fix income yang berbasis obligasi/ORI, atau reksa dana terproteksi yang basis investasinya pada ORI. “Kalau dilihat dari sisi perpajakan akan menguntungkan membeli lewat manajer investasi sebab tidak dipotong pajak, tidak seperti membeli ORI dipotong pajak 20%,” kata Guntur.

Yang jelas, baik berinvestasi di reksa dana maupun ORI disarankan untuk jangka panjang. Dan, berinvestasi di ORI akan memperoleh keuntungan sendiri, yakni kupon dan harga pokoknya pada saat jatuh tempo akan dibayar oleh pemerintah dan dijamin oleh undang-undang sehingga aman.

Kalau toh saat ini ada kecenderungan kenaikan SBI, menurut Guntur, tidak akan berpengaruh banyak terhadap harga ORI, sebab spread antara bunga SBI dan yield ORI sudah cukup jauh. Yang harus diperhatikan saat ini, kondisi pasar global yang masih gonjang-ganjing dan rada sulit memprediksi arahnya. Hanya saja, sisi fundametal perekonomian Indonesia cukup baik, sehingga cukup melegakan.

Nah, bagi mereka yang memiliki dana 1-3 tahun, Guntur menyarankan, bisa masuk ORI saat ini di pasar sekunder karena harganya lagi murah. Namun, sebelum membeli tanya dulu berapa harga ORI-nya. Bandingkan harganya antara satu agen dengan agen penjual ORI lainnya, seperti bank, untuk mendapatkan harga yang bagus. Setiap agen harganya berbeda, sebab ORI juga diperjualbelikan secara over the counter di luar bursa. Namun, acuan harganya tak akan beda jauh.

Edwin menambahkan, yang perlu diperhatikan sekarang adalah berbagai ekspektasi seperti terhadap suku bunga, premi risiko dari negara ini, bagaimana ekonomi dunia, dan nilai tukar mata uang. Semua terbundel menjadi satu. “Faktor-faktor ini yang akan membuat para investor berani atau tidak berinvestasi di ORI,” ia menuturkan. Dan, biasanya investor akan masuk kalau harga sebuah instrumen investasi lagi murah plus ada berita pasar membaik. Demikian pula berinvestasi di ORI.

Riset: Rohmat Purnadi

BOKS:

Simulasi Investasi ORI
di Pasar Sekunder

Seorang investor akan membeli ORI005 di pasar sekunder sebesar Rp 500 juta dan harga di pasar sekunder saat ini 84%. Seperti diketahui ORI005 diterbitkan pemerintah pada 3 September 2008 dan akan jatuh tempo 15 September 2013 dengan kupon 11,45% per tahun.

Perhitungannya:
A. Kupon yang dibayarkan per bulan
= 11,45% x Rp 500 juta x (1/12)
= Rp 4.770.833 atau Rp 3.816.666 (setelah dipotong pajak 20% final)

B. Capital gain jika dipegang hingga jatuh tempo
= Rp 500 juta x (100%-84%)
= Rp 80 juta atau Rp 64 juta (setelah dipotong pajak 20% final)

Sumber: PT Danareksa Sekuritas.

Published on Majalah SWA, 03 November 2008

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.