Trik Mengail Untung di Indeks

Instrumen indeks bisa menjadi sarana investasi yang menggiurkan. Tak heran, tiga bursa di Indonesia – BEJ, BES dan BBJ – memiliki beragam indeks yang diperdagangkan. Hanya saja, indeks ini bisa menjebak kalau tidak cermat bermainnya. Bagaimana kiat berinvestasi di indeks?

Oleh : Dede Suryadi

Beberapa waktu lalu manajemen Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) pernah mengungkapkan bahwa dari Januari sampai Juni di tahun ini, BBJ telah menerima lebih dari 100 pengaduan. Sebagian besar pengaduan menyangkut tenaga pemasaran yang menyalahgunakan prosedur saat memasarkan produk.

Keluhan nasabah beragam: mulai dari membujuk rayu nasabah yang belum layak masuk ke industri bursa berjangka; membuat pembukuan palsu bekerja sama dengan tenaga pembukuan; mengubah transaksi; hingga melarikan dana nasabah. Manajemen BBJ pun tak tinggal diam. Sejumlah cara dibuat untuk menjaga citra bahwa BBJ adalah bursa tempat membiakkan investasi yang aman, termasuk salah satunya investasi pada instrumen indeks. Apalagi instrumen ini merupakan salah satu andalan BBJ untuk menggaet investor.

Memang, berinvetasi di indeks memerlukan kiat tersendiri, sebab aturan mainnya agak berbeda dari cara bermain saham, misalnya. Sesuai dengan filosofi “no pain no gain” atau prinsip “high risk high return”, sebenarnya prospek keuntungan berinvestasi pada instrumen indeks ini cukup besar. Bahkan, bisa lebih besar dibanding investasi pada instrumen saham. Namun, sekali lagi, sejalan dengan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh investor, maka investor pun harus siap dengan risikonya yang tinggi.

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita tengok instrumen indeks apa saja yang ada di bursa. Fajar Baskoro, Manajer Pelatihan PT Limas Centric Indonesia Tbk., menjelaskan, ada beberapa jenis kontrak berjangka indeks efek atau biasa disebut indeks futures yang ditawarkan. Seperti di Bursa Efek Surabaya (BES), antara lain menggunakan benchmark ke indeks LQ-45 di BEJ; indeks Dow Jones (DJIA Futures); dan indeks Nikkei (DJ Japan Futures).

Berdasarkan benchmark tersebut, penamaan indeks pun disesuaikan untuk mempermudah pelaku pasar dalam mengenali produk-produk yang ada, misalkan LQFSX-0609 atau DOWSX-0609 atau JPFSX-0612. Di luar ketiga contoh itu, masih ada beberapa indeks lain dengan periode jatuh tempo yang berbeda-beda.

Sementara untuk produk Kontrak Opsi Saham atau KOS yang ditawarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), saat ini masih menggunakan benchmark atas lima saham besar, yakni: TLKM (Telkom); HMSP (HM Sampoerna); BBCA (BCA); ASII (Astra International); dan INDF (Indofood), di mana untuk penamaan kontraknya menyesuaikan dengan kelima saham tersebut. ”Hampir sama dengan indeks futures di BES, Kontrak Opsi yang ditawarkan oleh BEJ pun memiliki periode jatuh tempo masing-masing. Ada yang jatuh tempo satu bulan, dua bulan atau lebih,” Fajar menjelaskan lebih detail.

Sementara itu, di BBJ ada indeks Hong Kong, Jepang, Korea dan Amerika Serikat, yang benchmark-nya ke masing-masing bursa di negara sebagaimana nama indeksnya. Di samping yang disebutkan di atas, ada lagi reksa dana indeks seperti yang sudah dipasarkan Danareksa Investment Management yang disebut Danareksa Indeks Syariah (Dinar), yang underlying-nya ke Jakarta Islamic Index yang terdapat di BEJ. Dinar tergolong baru karena dipasarkan sejak Maret 2006, dan hingga Juli lalu dana kelolanya sudah mencapai Rp 14,94 miliar.

T. Guntur Pasaribu, Direktur BES, menerangkan, di BES selain tiga jenis indeks yang disebutkan di atas, juga ada Mini LQ45 Futures yang hampir sama dengan indeks LQ45 Futures atau sebut saja indeks LQ45 reguler. Bedanya pada contract multiplier-nya. Untuk satu poin indeks Mini Rp 100 ribu, sedangkan indeks LQ45 reguler Rp 500 ribu. Adapun initial margin-nya (margin dibayar di muka) sama, yaitu Rp 3 juta per kontrak.

Untuk menggairahkan pasar, BES sedang membuat modifikasi indeks LQ45 Futures dengan embel-embel nama periodik yang akan dipasarkan pada November mendatang. Indeks LQ45 periodik ini tempo transaksinya lebih pendek: satu-dua hari, sedangkan yang reguler satu-dua bulan. “Di indeks LQ45 periodik, kalau hari ini kami masuk, besok bisa ditutup transaksinya, sehingga lebih singkat dan bisa lebih gampang memprediksinya. Ini disesuaikan dengan kepentingan pasar,” Guntur melukiskan seraya berharap, dengan adanya produk baru itu instrumen indeks bisa lebih likuid. Sementara soal risiko, tak ada bedanya. Misalnya, jika indeks turun dua poin berarti investor akan rugi Rp 1 juta (2 x Rp 500 ribu).

Sebenarnya, lanjut Guntur, tujuan awal investasi indeks ini adalah sarana untuk lindung nilai (hedging) portofolio saham para manajer investasi atau para pengelola dana ketika mereka tidak bisa memprediksi pergerakan saham-saham yang ada di LQ45 di BEJ, akankah naik atau turun. Namun, dalam perkembangannya, tidak hanya untuk hedging, melainkan bermunculam pula para spekulator yang mencari margin keuntungan dari naik-turunnya indeks.

Lalu bagaimana cara berinvestasinya? Andi Prawira, seorang investor indeks di BES menceritakan, cara berinvestasi pada instrumen ini tak beda jauh dibanding saham. Pertama-tama seorang calon investor harus membuka rekening di perusahaan sekuritas yang memperdagangkan instrumen indeks. Ia harus mengisi data pribadi dan menyerahkan sejumlah uang sebagai deposit atau jaminan dalam bertransaksi. Setelah disetujui oleh perusahaan sekuritas, maka sejak saat itu investor mulai dapat melakukan transaksi baik beli maupun jual sesuai dengan kondisi dan perkembangan pasar.

Khusus mengenai penyerahan uang, J.W. Sudomo, Direktur BBJ mewanti-wanti, pertama, investor harus bertanya pada orang dari perusahaan sekuritas, ke mana hendak mengirim uangnya. Pastikan mengirim uang itu ke rekening khusus yang harus terdaftar di BBJ. Rekening yang legal bisa dilihat di website BBJ. Kedua, jangan bayar cash langsung, pakai giro atau cek, tapi harus transfer langsung ke bank (rekening) yang ditunjuk secara resmi. “Jangan percaya kalau ada yang mau menstranferkan tapi si investor sendiri yang harus mentransfernya. Kesuksesan transaksi itu mulainya dari uang, berakhir dengan uang, dan timbul masalah karena uang,” tutur Sudomo melukiskan.

Andi menambahkan, untuk investor yang ingin bermain di indeks futures Dow Jones, mereka harus rajin memantau pergerakan indeks Dow Jones yang diperdagangkan di AS. Demikian juga bagi investor yang menanamkan modalnya pada salah satu produk KOS yang disediakan BEJ – misalnya, KOS TLKM – maka, informasi perkembangan harga PT Telkom di pasar dapat menjadi acuan keputusan dia dalam berinvestasi. Untuk investor yang tertarik berinvestasi pada produk indeks LQ-45 seperti portofolio miliknya, ia harus selalu memonitor naik-turun harga indeks LQ-45 yang ada di BEJ.

“Berinvestasi di indeks cukup menyita waktu dan pikiran,” Andi menegaskan. Sayang, ia keberatan menyebutkan berapa nilai investasinya dan seberapa besar keuntungan yang pernah ia peroleh selama setahun berinvestasi di instrumen ini. “Yang pasti sesuai dengan prinsip investasi high risk high return,” ujarnya diplomatis disertai derai tawa.

Bagi Fajar, dalam perdagangan indeks futures di BES, pada dasarnya investor diberikan pilihan untuk menentukan kontrak satu bulan, dua bulan, tiga bulan, atau bahkan yang berdurasi lebih lama. Pada saat proses beli dan jual indeks futures, mekanismenya kurang-lebih juga sama dengan transaksi saham. Investor bisa mengambil posisi antre beli (bid) atau antre jual (offer), atau mungkin langsung melakukan eksekusi beli pada harga best offer di pasar, dan sebaliknya melakukan eksekusi jual secara langsung pada harga best bid yang ada.

Yang membedakan di sini lebih pada istilah, yakni long untuk beli dan short untuk jual, serta posisi open dan close. Sebagai ilustrasi, seorang investor yang mengambil posisi open long harus melakukan posisi close short jika ia ingin melikuidasi kontrak tersebut. Akan tetapi, jika likuidasi tidak dilakukan atas keinginan sendiri, maka kontrak tersebut akan dilikuidasi secara “paksa” oleh BES pada akhir periode jatuh tempo.

Sebagai contoh, kontrak LQFSX-0609 akan jatuh tempo per 29 September 2006. Di luar mekanisme di atas, likuidasi atau settlement atas kontrak yang masih terbuka juga akan dilakukan oleh pihak BES setiap harinya, yang mengacu pada nilai indeks penutupan di pasar pada hari yang bersangkutan.

Di sini diperlukan sebuah pemahaman dari investor atas mekanisme perdagangannya di BES. ”Itu kiat yang pertama,” kata Guntur. Kedua, diharapkan tujuan awal investasi investor adalah untuk sarana lindung nilai. Akan tetapi kalau si investor tidak punya portofolio di saham, mereka bisa mendapatkan selisih (margin) dari pergerakan indeks tersebut. Tipe orang seperti ini disebut spekulator.

Ketiga, para investor harus paham tentang makroekonomi seperti tingkat suku bunga (arahnya turun atau naik); inflasi; pergerakan mata uang rupiah terhadap US$ (stabil atau tidak); serta harus tahu isu-isu politik yang berdampak pada sebuah kebijakan/regulasi seperti perpajakan, perdagangan yang memengaruhi performa emiten. “Jadi jangan hanya melihat pergerakaan harga saham dan indeks di monitor. Itu hanya akhir pengamatan, tapi harus paham pula di belakang itu semua yang memengaruhi pergerakan indeks dan saham,” ia menegaskan. .

Bicara soal perkembangan investasi indeks ini di Indonesia, harus diakui kurang menggembirakan dibandingkan dengan instrumen lain seperti saham atau obligasi. “Salah satunya karena rendahnya tingkat likuiditas perdagangan, dan kurangnya animo dari masyarakat pemodal di Tanah Air,” Fajar menganalisis. Ini disebabkan masyarakat belum sepenuhnya melek mengenai jenis investasi ini. Kedua, mekanisme perhitungan hasil investasi indeks lebih rumit dibandingkan dengan perhitungan hasil investasi saham, sehingga membuat para investor harus berpikir untuk berinvestasi pada produk ini.

Tengok saja data BES, total volume transaksi indeks di BES selama Januari hingga Maret 2006 mencapai 2.027 lot. Sayang, dari angka itu, tak ada kontribusi dari transaksi indeks Dow Jones. Jadi, selama periode itu tak ada satu pun transaksi pada indeks Dow Jones. Sementara itu, indeks LQ45 Futures menyumbang 1.575 lot, dan indeks Jepang 452 lot. Kendati demikian, menurut Guntur, “Pertumbuhan transaksi indeks di BES per tahun berkisar 15%-20%,” katanya mengklaim sambil menjelaskan bahwa transaksi terbesar di BES adalah obligasi, yang mencapai 70% dengan rata-rata transaksi Rp 2,5 triliun per hari; lalu saham 20%; dan indeks 10%.

Di BBJ, total volume transaksi indeks selama Juli mencapai 122.341 lot, atau turun tipis dibanding bulan sebelumnya (Juni) 136.685 lot. Namun, kalau dilihat volume transaksi sejak awal tahun hingga Juni 2006, terjadi kenaikan setiap bulan. Hanya saja, khusus di Juli terjadi penurunan. Secara umum, Sudomo menilai bahwa volume transaksi – tidak hanya indeks tapi juga instrumen lain yang diperdagangkan di BBJ – dari tahun ke tahun terus meningkat. “Tahun pertama kami beroperasi pada 2001 rata-rata transaksi 46 lot per hari, tapi sekarang sudah 20 ribu lot,” tuturnya.

Dengan melihat perkembangan seperti itu baik Sudomo maupun Guntur optimistis instrumen indeks akan terus berkembang ke depan. Ini sejalan dengan gencarnya BBJ dan BES mengedukasi pasar, baik untuk investor maupun pialang sendiri. Selain itu, pihak bursa juga akan terus membuat modifikasi produk agar lebih menarik minat investor bermain indeks.

Published on Majalah SWA, 21 September 2006

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.