PT AIG Life secara resmi berganti nama menjadi PT AIA Financial sejak 1 Juni 2009. Pergantian nama itu bertujuan menyatukan kegiatan bisnis di Asia di bawah satu merek AIA, menjamin adanya konsistensi dalam berkomunikasi, dan menjalankan bisnis dengan seluruh pemegang kepentingan.
Perubahan nama tersebut tak lepas dari kondisi induk perusahaan di tingkat global. Ketika kondisi keuangan American International Group Inc. atau Grup AIG di Amerika Serikat terkena guncangan krisis, sejumlah langkah strategis dilakukan. AIG mempercepat pemisahan American International Assurance Co. Ltd. (AIA Group). Kelompok perusahaan keuangan ini ditempatkan dalam entitas bertujuan khusus dan diposisikan sebagai unit usaha Pan-Asia yang mandiri. Ini merupakan hasil kesepakatan antara AIG dengan Federal Reserve Bank of New York (FRBNY), bank sentral AS, untuk memosisikan AIA sebagai perusahaan asuransi jiwa Pan-Asia yang kuat, guna keperluan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) perusahaan ini.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, AIG akan menyerahkan kepemilikan saham di AIA kepada entitas bertujuan khusus (special purpose vehicle/SPV) untuk ditukar dengan saham istimewa (preferred stock) dan saham biasa (common stock) di SPV tersebut. FRBNY akan beroleh saham istimewa senilai US$ 16 miliar di SPV AIA, yang nantinya mengurangi utang AIG ke FRBNY. Setelah adanya kesepakatan itu, maka pada 27 Mei 2009 berlokasi di Hong Kong, Grup AIA mengumumkan inisiatif perubahan merek perusahaan (re-branding) dalam rangka memasuki era baru yang lebih optimistis dalam sejarah perusahaan.
Lucyanna Pandjaitan, Direktur Pemasaran dan Komunikasi Korporat AIA Financial, menerangkan, AIG Life merupakan bagian dari Grup AIG. Hanya saja, kepemilikan sahamnya melalui Grup AIA. Di Indonesia sendiri, jauh sebelum AIG Life berganti nama menjadi AIA Financial sudah ada PT AIA Indonesia. Jadi sekarang ada dua AIA di Indonesia. “Hanya saja, kepemilikan saham AIA Financial lebih banyak dimiliki oleh Grup AIA (80:20) daripada AIA Indonesia (40:60),” ujarnya membandingkan.
Sebenarnya, re-branding dilakukan oleh Grup AIA dengan berubahnya AIG Life menjadi AIA Financial tidak mengubah jajaran manajemen dan direksi di Indonesia. “Saham kami sejak dulu ya Grup AIA, tapi AIG payung besarnya,” ia menegaskan. Setelah perubahan nama ini pun tidak ada agen dan nasabah AIG Life yang pergi.
Kalau toh AIG di AS bermasalah, itu bukan di life insurance, melainkan di produk finansial (investasi). “Asuransi kami di Hong Kong itu peringkat A,” katanya bangga. Lucy menyebutkan, hingga akhir tahun lalu – saat dirinya menjabat CFO AIG Life – meski krisis, total investasinya naik 34% dan preminya naik 24% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal pemain lain turun. “Kami cukup solid,” ia menandaskan. Masuk kuartal kedua, lanjut Lucy, juga naik. Sayang, ia tidak mau mengatakan angkanya. Alasannya, Grup AIA hendak IPO di pasar modal regional, takutnya menggerakkan pasar.
“Perubahan ini memang cepat, karena kami sudah siapkan sejak lama,” ia menambahkan. Program komunikasi rebranding ini cukup menarik karena menyentuh dua pihak: stakeholdrer internal dan eksternal. Stakeholder internal adalah karyawan dan agen. Karyawan merupakan bagian paling penting dalam perubahan ini. Dalam komunikasi dengan karyawan sudah dilakukan manajemen sejak akhir Mei 2009. Seperti pada 28 Mei, Lucy mengirim informasi ke seluruh jajaran manajemen senior tentang perubahan merek ini bahwa pihaknya akan melakukan perubahan pada 1 Juni.
Sebenarnya, perubahan nama bukan kali pertama bagi AIG Life. Awalnya bernama Lippo Insurance lalu berubah menjadi AIG Lippo, hingga berubah menjadi AIG Life dan sekarang AIA Financial sejak awal Juni lalu. Saat ini, semua logo di seluruh kantor cabang sudah berubah. Hanya ada di beberapa kota yang belum berubah.
Seperti yang dijelaskan dalam iklannya di media massa bahwa perubahan nama ini tidak mengubah dalam hal liabilitas, klaim, prosedur dan tim direksi. “Tujuannya hanya betul-betul untuk menyatukan kegiatan bisnis Grup AIA di Asia, di bawah satu merek AIA yang kokoh. Kami menyebutnya wilayah Pan-Asia karena beroperasi di 14 negara,” Lucy menggarisbawahi. Diharapkan, dengan perubahan ini gerak bisnisnya lebih cepat.
Bagaimana perubahan ini di mata nasabah? Neti Simatupang, nasabah AIG Life sejak 10 tahun lalu, mengungkapkan, ”Tidak tahu lho, kalau AIG Life berubah nama menjadi AIA Financial. Saya hanya tahu mereka akan pindah, pindah ke mana tidak tahu. Selagi AIG tidak bubar, tidak masalah,” kata wanita berusia 38 tahun, yang mengambil produk asuransi rezeki AIG Life ini.
Perubahan nama yang berulang-ulang itu juga mendasari Neti untuk memindahkan asuransinya ke perusahaan asuransi lain, terlebih ia juga bekerja di Panin. “Nama berulang-ulang bikin saya bingung,” katanya blak-blakan.
Berbeda dari Neti, apa yang dirasakan oleh Elita Chandra justru sebaliknya. Ia dan keluarga besarnya malah tidak merasa ada banyak keluhan sepanjang menjadi nasabah AIG Life, bahkan setelah perusahaan itu berganti nama. “Sudah jadi nasabah sejak 1995, saya mengambil produk Lippo Rejeki, itu memang nama lama. Meski perusahaannya berubah-ubah, nama produknya sama,” kata wanita 35 tahun ini.
Oleh : Dede Suryadi dan Herning Banirestu