Bali, Menuju Provinsi Hijau

“Setiap datang ke Bali saya menjadi teduh. Hati saya menjadi tenang. Pikiran menjadi bersih kembali”. Kata-kata itu meluncur dari Wakil Presiden Boediono dihadapan Menteri Agama, Menteri Perisdustrian, Gubernur Bali, para bupati dan walikota se-Bali serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat Bali saat membuka dialog pada acara tatap muka di Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, 27 Mei 2010. Wapres juga menyatakan, alam Bali memiliki daya magnet istimewa, mempunyai atmosfer berbeda dibandingkan daerah lain.

Pujian Wapres tentang alam Bali ternyata tidak membuat Made Mangku Pastika, Gubernur Bali, berbesar hati. “Kami harus menyadari kenyataan, bahwa masih banyak persoalan lingkungan, walaupun secara nasional Bali sudah di atas rata-rata nasional,” kata Pastika kepada SWA usai dialog dengan Wapres.

Masalah lingkungan yang paling menonjol di Bali, menurut Pastika, adalah sampah, polusi udara dan abrasi pantai. “ Kami memang mengarah ke green province, tapi banyak hal yang masih harus diperbaiki,” ia menambahkan. Menurutnya, penyusutan luas lahan pertanian yang mencapai 800 ha per tahun memang tidak bisa dihindari sebagai dampak pengembangan pariwisata yang telah memberikan sumbangan tertinggi bagi perekonomian Bali. Untuk menghindari makin tingginya penyusutan lahan pertanian, Pastika mencanangkan program Simantri atau sistem pertanian terintegrasi sejak 2009.

Kondisi lingkungan Bali yang relatif masih lebih baik dibandingkan provinsi lain, kata Pastika, banyak terbantu oleh filosofi yang telah turun temurun diyakini yaitu Tri Hita Karana (THK), yaitu hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. “Bagaimanapun pembangunan Bali mengikuti prinsip-prinsip THK supaya keseimbangan itu tetap terjaga,” ia menegaskan.

Untuk itu, Pastika mengungkapkan, Pemda Bali telah menyediakan anggaran khusus untuk menjaga kondisi lingkungannya. Hanya saja, mantan Kapolda Bali ini enggan menyebutkan nominalnya. “Tapi kami tetap memerlukan bantuan pemerintah pusat,” ungkapnya.

Dengan luas 5.636 km2 yang terbagi menjadi 8 kabupaten dan 1 kotamadya, Bali, kini dihuni lebih dari 3,5 juta orang dengan laju pertambahan 1,27% per tahunnya. Namun, disaat-saat tertentu, Bali seperti pada tahun 2009 lalu, mendapat tambahan 2.229.945 wisatawan mancanegara dan 3.521.135 wisatawan nusantara. Pariwisata masih sebagai penyumbang perekonomian terbesar, yakni mencapai 50%, sedangkan dari sektor pertanian mendapat 30%, dan sisanya dari industri kecil dan menengah. Seni budaya dan keindahan alam tetap menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) provinsi Bali, AAGA Sastrawan, menambahkan, tantangan utama yang dihadapi Bali di bidang lingkungan adalah sumber daya alam yang terbatas, perkembangan penduduk dan pembangunan, kurangnya kesadaran masyarakat, dan lemahnya penegakan hukum. “Masalah lingkungan sering dianggap bukan masalah yang mendesak,” kata AAGA Sastrawan yang akrab dipanggil Agung ini.

“Membangun kesadaran untuk peduli lingkungan merupakan langkah awal,” ia menegaskan. Karena itulah, konsep green province yang dicanangkan Pemprov Bali menekankan green culture sebagai komponen pertama, “Kami berusaha mengubah prilaku agar lebih peduli terhadap lingkungan,” katanya. Setelah itu baru merambah green economy dengan menekan penggunaan pestisida dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. “Menuju Bali sebagai pulau organik,” ungkap Agung lagi.

Selain itu, hotel-hotel berbintang di Bali diharapkan meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi. Melengkapi konsep green province, pengawasan dan penegakan hukum lingkungan berlandaskan UU no 32/2009 tentang perlindungan lingkungan hidup memungkinkan kewenangan untuk mencabut semua ijin suatu usaha bila tidak mengindahkan lingkungan. “Ijin lingkungan dicabut, berarti semua ijin akan dicabut juga,” ujarnya menegaskan.

Agung juga menjelaskan, Bali Clean & Green yang secara resmi mulai dicanangkan pada 22 Februari 2010 berusaha mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif menjaga lingkungan di sekitarnya. Program satu orang satu pohon diharapkan bisa tetap menjaga Bali tetap hijau.

BLH Bali juga menggalakkan pengelolaan sampah dengan cara memisahkan sampah plastik dan sampah organik dan menjadikan sampah plastik sebagai sumber daya ekonomi, sedangkan sampah organik dilakukan komposting sehingga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik. “Tahun 2013, Bali bebas sampah plastik,” kata Agung berharap.

Lalu, untuk menambah resapan air, pihaknya juga telah menggalakkan pembuatan biofori, yang selama dua tahun ini telah berhasil membuat 7 ribu biofori, yang 60 di antaranya dibuat di halaman kantor BLH yang relatif tidak luas tanpa merusak pemandangan.

Agung yang baru menjabat Kepala BLH sejak November 2009 ini lebih lanjut mengatakan, sampai saat ini Bali memang belum mempunyai tim khusus yang bertugas untuk pengelolaan lingkungan. “Kami sedang mempersiapkan dan pengelolaan lingkungan sudah menjadi komitmen kami,” ujarnya.
Karenanya Agung tidak mempermasalahkan besar kecilnya dana yang tersedia, “Yang penting kami sadar, baik secara pribadi dan kelembagaan,” ungkapnya lagi. Pasalnya, bagi Agung dana besar tanpa visi yang jelas juga tidak ada gunanya. Sekarang ini, ”Dengan dana yang ada, kami bisa mengoptimalkan,” tutur Agung.

Untuk menuju Bali bebas sampah plastik, Pemprov Bali membentuk desa sadar lingkungan dengan membiasakan memisahkan jenis sampah. Sampah plastik yang telah terkumpul kemudian dijual sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos. Makanya, lanjut Agung, bukan merupakan pemandangan yang aneh jika melihat anak-anak atau orang tua yang sedang jalan-jalan sambil memungut gelas atau botol plastik yang bila dijual dihargai hingga Rp 3.000 per kg.
Swalayan juga digalakkan meminimalkan penggunaan tas plastik dan menggantinya dengan kardus.

Sementara itu, pedagang di pasar tradisional juga diminta untuk menawarkan pada konsumennya menggabungkan barang bawaannya sehingga penggunaan tas platik bisa ditekan. Poster-poster tentang pentingnya menjaga lingkungan juga digalakkan yang dipasang di tempat-tempat strategis, terutama di sekolah-sekolah, selain menempatkan tempat-tempat sampah dengan warna berbeda sesuai peruntukannya sehingga sampah sudah mulai terpilah-pilah sejak awal.
Agung menyadari bahwa kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan memang belum menjadi gaya hidup masyarakat Bali, sehingga kampanye tentang lingkungan harus dilakukan berkelanjutan selama belum ada kesadaran.”Isu lingkungan harus jadi komitmen bersama. Bila bisa menciptakan image Bali bersih, akan berdampak sangat besar,” katanya berharap.

Namun demikian, atas jerih payahnya mengelola lingkungannya, Bali menyabet juara pertama dalam ajang Indonesia Green Region Award (IGRA) 2010) dari Majalah SWA dan Kantor Berita Radio 68H Jakarta. Bali unggul dari provinsi-provinsi lainya dengan meraih nilai tertinggi: 85.30.

Dede Suryadi dan Silawati

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.